Rustriningsih

 

Masa Kecil

Wonokriyo, Gombong, akhir tahun 1970-an.

Wilayah kecamatan yang menjadi bagian dari Kabupaten Kebumen ini sejak dulu kaya akan seni dan budaya. Daerah ini memiliki seni tradisi lengkap mulai wayang kulit, wayang golek, ketoprak, cepetan, menthiet, jemblung, ebleg, solawatan hingga seni pencak silat keliling. Gombong pun menyisakan kisah sejarah Angkatan Oemat Islam (AOI) yang berhasil mencegah Agresi Militer Belanda I 21 Juli 1947 bergerak ke Yogya. Hal itu memaksa Panglima NICA, Jendral Spoor dan Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang baru, Dr. H.J van Mook, membuat garis demarkasi di Sungai Kemit, Gombong, untuk menghindari jatuhnya korban tentara NICA yang lebih besar.

Pasukan khusus NICA menghadapi perlawanan sangat gigih pejuang Hizbullah-Sabilillah bersama TNI, yang jejaknya dapat dilihat pada Palagan Sidobunder, Monumen Kemit, dan juga Monumen Jembatan KA Luk Ulo yang berlokasi di dekat RSU Kebumen sekarang. Meski berhasil menguasai Kebumen dengan bermarkas di Gedung Gembira (dekat Stasiun KA Kebumen), pasukan elit Gajah Merah dan Anjing Hitam NICA tidak pernah bisa menduduki kediaman tokoh AOI di Somolangu, walaupun pondok itu hanya berjarak 2 km dari jalan utama Kebumen – Purworejo.

Kabupaten Kebumen berulang tahun setiap tanggal 1 Januari. Hari itu ditetapkan sebagai hari jadi Kebumen berdasarkan peristiwa bersejarah, yaitu penggabungan Karanganyar dan Kabupaten Kebumen oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, De Joung, pada 1 Januari 1936. Pada masa jabatan Rustri sebagai Bupati, Kabupaten ini memiliki luas wilayah 128.111,5 hektare dengan 1,2 juta jiwa penduduk yang tersebar di 460 desa dalam 22 kecamatan.

Di Gombong ini pada 3 Juli 1967 lahir seorang anak perempuan yang memiliki kakak tujuh orang. Kelak lahir pula dua orang adiknya. Jadilah kakak beradik itu sepuluh bersaudara. Lonceng berakhirnya pelajaran telah berdenting. Ratusan anak SD Negeri Wonokriyo I pun menyeruak ke halaman. Mereka beramai-ramai pulang ke rumah atau bermain dengan teman-temannya. Di antara para murid, ada seorang pelajar putri yang seakan telah melompat beberapa langkah dari mereka. Menjalani cara berfikir kedewasaan sebelum waktunya. Ia mengenal dan menjalani tematik hidup tentang kemanusiaan, kehidupan, dan kemasyarakatan. Dialah Rustriningsih.

Tak seperti kebanyakan anak-anak usia Sekolah dasar, Rustriningsih kecil memang sudah kenal dengan dunia pemikiran tokoh-tokoh politik internasional. Buku-buku kisah para tokoh dan pemimpin internasional dikoleksi oleh ayahnya. Karya biografi itu dibaca pula oleh Rustri. Jadi, di usia belianya, Rustri sudah paham bagaimana ajaran ahimsa Mahatma Gandhi untuk tidak mengenal kekerasan dalam mencapai kebenaran. Rustri kecil sudah disuguhi oleh betapa nilai-nilai kemanusiaan mestilah menjadi dasar setiap tindakan. Juga bagaimana Gandhi selalu menceburkan dirinya dalam kehidupan sosial rakyat India.

Ada banyak buku biografi lain yang dibaca oleh anak kedelapan dari sepuluh bersaudara itu, baik kisah para pemimpin negeri barat yang konservatif dan liberal, seperti Richard Nixon serta Abraham Lincoln, maupun para tokoh dunia timur yang heroik semacam Soekarno dan Jawaharlal Nehru. Kisah hidup para figur publik pewarna media massa dunia ini banyak memberinya inspirasi. Banyak dari mereka yang berlatar masa kecil biasa saja bahkan menyedihkan. Ia pun amat terpincut biografi Soekarni. Cara founding father itu berlatih pidato, yaitu di kegelapan kamar, hingga kelak memimpin Negara, menggali Pancasila, dan berteriak lantang demi martabat bangsa Indonesia membuat Rustri terkesima. Ia pun berlatih bicara di depan umum, sebagaimana Indira Gandhi belajar pidato di depan boneka-bonekanya yang dijejerkan.

Selain menelusuri lembar demi lembar buku koleksi ayahnya, Rustri juga rajin meminjam buku karya Hans Christian Andersen dari perpustakaan sekolah dasarnya. Dongeng-dongeng karya anak tukang sepatu dan ibu yang buruh cuci di Denmark itu melatih kepekaan Rustri terhadap sesama. Hans merupakan anak miskin yang menjadi orang besar dan terkenal ke seantero dunia. Dongeng karangan Hans seakan menggambarkan kondisi di negerinya, dimana Hans kemudian mempersonifikasi kisah-kisah sebagai kritik terhadap penguasa yang kurang peka untuk menyelesaikan masalah-masalah soaial.

Dari SD Negeri I Wonokriyo, Rustri meneruskan sekolah ke SMP Negeri 2 Gombong tahun 1982 lalu ke SMA Negeri Gombong tahun 1985.  Ayah Rustri, Sukamto, adalah aktivis Partai Nasional Indonesia. Setiap diadakan rapat atau pertemuan partai, Rustri sering diajak. Dengan bersepeda kumbang, mereka menyusuri jalan untuk sampai ke tempat pertemuan itu dilaksanakan. Rustri kecil tanpa sadar turut menyerap substansi setiap pertemuan yang dilakukan ayah serta kawan-kawan separtainya.

Rustri kian akrab dengan atmosfir politik di rumahnya. Selain di pertemuan, Ayahnya pun sering membuat rapat di rumah mereka di Gombong, membicarakan soal pembebasan tanah dan korupsi pejabat. Dalam berbagai kesempatan, Rustri kecil sering ikut nimbrung mendengarkan dan turut bertanya-tanya pada ayahnya. Tak jarang, di rumah pun istri ditinggal pergi karena selalu berdiskusi tentang politik dengannya. Dibanding ketujuh kakaknya, Rustri menjadi kawan setia sang bapak. Mereka berdua sering mengobrol soal politik di meja makan. Semua pengalaman politik sang bapak pun diserapnya.

Dari bapak, Rustri banyak belajar tentang arti perjuangan, komitmen, konsistensi, konsekuensi dalam bersikap dan yang terpenting adalah empati pada rakyat kecil. Dengan empati yang mulai tumbuh, terutama untuk kaum marjinal, Rustri pun mulai berfikir untuk masuk ke dunia politik. Tujuannya hanya ingin membuat rakyat tertawa bahagia, bukan tertawa getir.

Politik merupakan dunia yang keras. Itu pula yang mungkin membuat bapaknya membekali “sesuatu”. Sukamto membenturkan putrinya itu pada fakta. Rustri juga mengingat bagaimana bapak selalu memarahinya jika kalah berkelahi dengan teman perempuannya. “Kalau belum menang, jangan pulang,” pesan bapaknya. Dari sisi positif, itu menjadi salah satu pelajaran hidup berguna yang spiritnya dirasakan oleh Rustri ketika sudah menggeluti dunia politik.

 

Masuk ke Dunia Politik

Selepas SMA, Rustri masuk jurusan Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto dan lulus pada tahun 1991. Tak banyak kegiatan kemahasiswaan yang dilakukannya. Semasa kuliah, Rustri suka membaca dan meng-kliping halaman opini di koran Semenjak menjadi sarjana, Rustriningsih bertanya-tanya, mengapa ia tidak diterima menjadi anggota pegawai negeri sipil. Ia ingin jadi dosen di almamaternya. Karena tak kesampaian, Rustri kemudian melanjutkan kuliah pascasarjana di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Rustri memang resah soal ditolak menjadi PNS. Saat naik bus antara Purwokerto-Gombong, galau menyergapnya, sang bapak yang sedang sakit keras. Saat turun dari bus di pertigaan Wonokriyo, Gombong, tidak jauh dari sekolah dasarnya dulu, Rustri melihat seorang anak kecil legam sedang menjajakan koran. Anak kecil itulah yang memberi inspirasi baginya untuk menjadi loper koran dan melupakan cita-cita PNS. Memang, ada hikmah di balik setiap kisah. Siapa menyangka bahwa jalan hidupnya setelah gagal menjadi PNS begitu amat drastic.

Sebagai loper Koran, Rustri bekerja keras, sampai rata-rata hanya tidur dua jam pada malam hari. Ia paling takut bila harus membawa koran ke langganan yang rumahnya dekat kuburan. Setiap subuh, ia harus sudah naik sepeda mengantar Koran. Kegigihan mengantarnya hingga menjadi agen berbagai majalah dan surat kabar. Bersama saudara-saudaranya, Rustri pun mendirikan toko makanan. Lagi-lagi watak kerja kerasnya muncul. Setiap malam, 2.000 buah resoles dan makanan lain dibuat sambil mengepak-ngepak koran dan majalah untuk dibagi-bagikan ke loper koran. Perjuangan hidup yang begitu dihayatinya.

Untuk mengoordinasi para loper, Rustri menjalankan seni tersendiri. Seringkali loper yang pandai menjual koran justru lari membawa hasil penjualan, sedangkan yang jujur justru tidak pandai berjualan. Di puncak sukses sebagai agen koran, Rustriningsih kembali ke nuansa perpolitikan yang erat dijalaninya masa kecil. Ia pun masuk Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di usia 23 tahun. Tak lama Rustri lantas menjabat Wakil Sekretaris DPC PDI Kebumen, berlanjut kemudian tahun 1996 terpilih sebagai Ketua DPC PDI. Rustri lalu menjadi anggota DPR mewakili Kabupaten Kebumen menyusul kemenangan PDI dalam Pemilu 1999.

Di organisasi politik tersebut, muncul kelompok pembangkang yang dipimpin Megawati Soekarnoputri. Rustri pun memilih masuk Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) di bawah Megawati yang tak diakui pemerintah Orde Baru. Akibatnya, setiap hari rumah mereka dijaga oleh para intel militer dan polisi. Menariknya, para intel itu justru berkawan dengan keluarganya karena mereka bisa membaca koran setiap malam.

Ia memang bertekad menjadikan PDI Perjuangan sebagai satu-satunya PDI di Kebumen. Saat itu bukan situasi yang mudah baginya. Berbagai lobi politik dilakukannya dengan tekun, melengkapi langkah-langkah gerilyanya. Banyak pihak yang ingin menjegal langkahnya, bahkan aparat juga berkeras untuk menghalangi terbentuknya PDI-Perjuangan. Lapak koran yang dibuka di muka rumah menjadi kantor perjuangannya. Ia mendapat informasi tentang Mega dan PDI dari berbagai koran yang diageninya. Para pendukung Mega pun tersedot ke lapaknya. Sikap keras dan tak gentar, membuat Rustri yakin dengan langkahnya. Untuk mengadakan rapat sangat sulit. Mereka harus bergerilya supaya tidak tercium aparat. Akhirnya rapat dikamuflasekan menjadi pertemuan keluarga.

Meskipun sudah diakali, namun tak pelak rapat yang diadakan pernah bocor juga ke telinga aparat, sehingga Rustri dan anak buahnya diangkut ke kantor polisi. Sebagai pemimpin, dia tetap menunggui anak buahnya yang diperiksa polisi hingga pagi. Padahal saat itu dia sudah diperbolehkan untuk pulang. Rapat partai juga pernah dikamuflasekan dalam bentuk acara pernikahan. Tidak tanggung-tanggung, saat itu Rustri mengundang Megawati Soekarnoputri. Mega pun bersedia datang. Tetapi sebenarnya acara pernikahan itu bukan acara pernikahan palsu, karena orang yang dinikahkan benar-benar ada, yaitu anak dari salah seorang pengasong di bawah keagenan Rustri. Dalam beberapa pertemuan sesudahnya, Megawati masih mengingat peristiwa itu dan sering mengungkit kejadian unik ini.

Nyali untuk menang berkelahi, yang ditanamkan ayahnya, benar-benar menjiwai Rustri. Suatu hari pada 1996, ia memimpin demonstrasi Partai Demokrasi Indonesia di alun-alun kota Kebumen, Jawa Tengah. Ratusan pendemo yang dijaga ketat aparat memprotes campur tangan pemerintahan Soeharto ke dalam tubuh partai. Wakil Sekretaris PDI Cabang Kebumen bertubuh mungin yang seumur-umur belum pernah berdemonstrasi itu tampil percaya diri di depan barisan. 60 sentimeter, saat itu beratnya cuma 39 kilogram, dan tak bisa berteriak lantang. Keadaan memaksanya menjadi berani.

Pada 11 September 1998, kerusuhan Kebumen meletus. Saat itu orang belum terlalu mengenal nama Rustri. Gonjang-ganjing politik sejak lengsernya Soeharto menyulut huru-hara di kota kecil itu. Ratusan orang mengamuk, toko-toko dan rumah milik warga keturunan dibakar. Kerusuhan lalu melebar ke Gombong, beberapa kilometer di selatan Kebumen. Rustri yang membaca gelagat ini menyuruh massa PDI Perjuangan memasang atribut dan bendera partai di seluruh Gombong, kota asalnya. Ia pun membentangkan kalimat sakti, “Siapapun yang merusak Gombong, bakal berhadapan dengan dirinya dan massa PDIP.

Bersama para pendukung, Rustri nyaris bentrok dengan kelompok perusuh. Mereka ngotot ingin membakar rumah milik warga keturunan, tapi kelompok Rustri tidak mau menyerah. Ia mencoba mengulur waktu dengan bernegosiasi dan tercapailah kesepakatan. Mereka boleh membakar tetapi hanya satu rumah saja. Tidak boleh yang lainnya. Akibat “keras kepala”, Gombong pun lolos dari kerusuhan fatal meski di bagian Kota Kebumen membara. Memasuki dunia politik dalam dinamika organisasi politik berlambang banteng itu selalu diingatnya jelas. Ia tak pernah lupa tekanan rezim Orde Baru, membuatnya selalu terngiang lagu “Jatuh Bangun” yang dilantunkan oleh Kristina. Namun bukan soal cinta, melainkan betapa ia harus berdiri, jatuh, dan bangkit kembali untuk menghadapi otoriterian.

……………………………………………………

Kejamnya sikapmu membakar hatiku
Sehingga sikapku berubah haluan
Percuma saja berlayar kalau kau takut gelombang
Percuma saja bercinta kalau kau takut kecewa

………………………………………………………………………..

 

Menjadi Bupati Kebumen

Jabatan yang diemban Rustri dalam usia 32 tahun itu cukup mentereng, Ketua DPC PDIP Kebumen. Ia masuk ke DPR RI mewakili Kabupaten Kebumen. Rustri dipercaya oleh PDIP, yang di DPRD Kebumen menguasai 16 kursi dari total 45 kursi, untuk maju dalam kancah politik pemilihan bupati, yang masih melalui pemilihan di DPRD tingkat II. Pada hari Rabu, 15 Maret 2000, ia memenangi pemilihan bupati dalam Sidang Paripurna Khusus DPRD Kebumen, berpasangan dengan Kyai Nashirudin Almansyur yang menjadi wakil bupati. Pasangan ini meraih 22 suara, mengalahkan pasangan pesaingnya Rahardjo Mocharor – H Farid Subagyo yang meraih 20 suara. Sebanyak 43 anggota DPRD hadir dalam acara itu. Rustri dan Kyai Nashirudin dilantik pada 23 Maret 2000.

Rustri menang dengan sama sekali tiada politik uang. Padahal, ia mendengar, di era reformasi ini main suap dalam proses pemilihan kepala daerah kian menjadi-jadi. Sejumlah calon bupati di Jawa konon harus membeli satu suara seharga Rp 200 juta hingga Rp 500 juta. Ia membayangkan, dari mana bupati terpilih mencari duit untuk mengganti uang pembelian suara itu?

Rustri lantas menjadi wanita lajang termuda yang menjabat bupati. Kemenangannya di Kebumen selain karena hasil kerja mesin partai, juga lantaran sosoknya yang gampang diekspos. Saat kampanye, slogan seperti “coblos kudunge (kerudungnya)” dan “pilih yang paling cantik” mudah diterima oleh pemilih perempuan. Ia juga merasa ada faktor gender yang cukup mempengaruhi kemenangannya, dipilih karena dipandang lebih mengerti kebutuhan kaum perempuan.

Meski demikian, kemenangan Rustri untuk menjadi bupati di kabupaten berpenduduk 1,2 juta jiwa, yang tersebar di 460 desa itu, tidaklah lancar. Sebelum pemilihan, beberapa kalangan mendesaknya untuk mundur dari pencalonan, dengan alasan perempuan tak boleh menjadi bupati. Rustri tak ambil hati, meski mempertanyakan keanehan pada era reformasi dan keterbukaan seperti ini masih saja ada orang berpikiran sempit.

Kebudayaan Jawa yang kental memang seringkali menempatkan perempuan sebagai “orang rumahan”. Nyatanya, jumlah perempuan yang kelak menjadi kepala daerah di Jawa Tengah masih lebih banyak dibanding provinsi lain. Pandangan yang mengecilkan peran perempuan itu masih menjadi kendala bagi perempuan untuk menjadi pemimpin di Jawa. Rustri pun merasakan benar hal itu. Ada hal yang ditanamkan sejak kecil oleh para orang tua Jawa bahwa perempuan itu bertanggung jawab hanya untuk urusan rumah tangga, sementara urusan di luar rumah menjadi porsi laki-laki.

Karena belum berumah tangga, Rustri tak merasakan kungkungan budaya seperti itu. Ia bahkan didorong oleh sang bapak untuk aktif di dunia luar, dan dengan leluasa mengatasi beragam kendala itu. Karena masih lajang, ia tidak ada pilihan untuk mengalah pada kungkungan budaya tersebut. Rustri justru beranggapan bahwa perempuan harus ada kemauan untuk mengatasi tantangan. Percuma pula disekolahkan tinggi-tinggi jika sekedar mendapat gelar kesarjanaan. Perempuan harus berani menerobos hegemoni laki–laki yang sampai kini menguasai banyak bidang kehidupan, termasuk di bidang pemerintahan.

Rustri punya prinsip teguh bahwa kaum perempuan harus berani menghadapi tantangan agar dapat masuk ke wilayah politik, pemerintahan, dan bisnis. Keunggulan seorang perempuan dibanding pria, terutama dalam bidang pemerintahan, yaitu kepekaan dalam setiap pengambilan keputusan publik. Sejak lahir, perempuan sudah mempunyai kepekaan itu.

Tahun 2001, ketika masa awal memimpin Kebumen, Rustri menggagas sebuah gerakan yang diberi nama “Gerakan Peduli Gedung SD,” yaitu berupa pemberian dana stimulan sebesar lima juta rupiah, untuk sekolah-sekolah dasar yang gedungnya rusak.
Dana stimulan ini dimaksudkan untuk merangsang munculnya kepedulian dan partisipasi masyarakat terhadap sekolah dasar, khususnya berkait pembangunan fisik.
Gerakan ini dilatarbelakangi oleh kenyataan banyaknya gedung-gedung SD yang rusak dan tidak layak. Ia meminta para penyumbang memberikan uangnya langsung kepada pelaksana perbaikan.

Bahkan tak lama setelah dilantik, Rustri meraih penghargaan “Certificate of Out Standing Women in Local Government dan Recognition United Nations Economic and Social Commission for Asia and The Pacific” dari lembaga internasional pemerhati pemerintahan daerah. Ia meraih penghargaan sebagai wanita berprestasi dalam pemerintahan lokal dari Komisi Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC) untuk Asia Pasifik tahun 2000. Ia banyak mendapat apresiasi positif karena terobosan kepemimpinan yang dilakukannya.

Kelak lima tahun pertama saat kepemimpinannya bersama KH. Nashiruddin Al Mansyur, mereka fokus pada peningkatan SDM selama tahun 2005-2010 melalui kesehatan dan pendidikan. Hal itu yang memudahkannya untuk memenangi pemilihan bupati periode kedua, dengan kemenangan mutlak 80 persen. Kali ini lewat pemilihan langsung tahun 2005.

Sebagai bupati, Rustriningsih tidak mau mengobral janji untuk membangun daerahnya secara fisik. Meski begitu, Rustri berhasil mendongkrak pendapat asli daerah. Awal ia menjabat bupati, pendapatan asli daerah Kebumen cuma Rp. 5,6 miliar. Di masa jabatannya, Kebumen menaikkan pendapatan asli menjadi Rp. 38 miliar. Meski demikian, hal ini bukan sesuatu yang membanggakan untuknya. Sebab, peningkatan PAD itu justru berpotensi membebani masyarakat, terutama lewat pajak dan retribusi. Sementara seorang pemimpin  itu haruslah berupaya membuat rakyat makin dimudahkan dalam menjalani kehidupannya.

Rustri mencoba pendekatan lain dalam mengukur keberhasilan. Keyakinan keberhasilan seorang pemimpin bisa diukur, yaitu bila masyarakat mendapat pelayanan yang lebih baik. Komunikasi langsung segera dibuat olehnya lewat pembangunan televisi lokal, Ratih TV, selain jaringan internet untuk pelayanan online. Setiap pagi, Rustri muncul di TV lokal untuk menerima dan menjawab pengaduan masyarakat. Saran dan kritik masyarakat juga dibuka lewat pesan pendek (SMS). Saking banyaknya pesan, ia merumuskan cara untuk bisa menjawab setiap pesan masuk.

Ratih TV didirikan oleh institusi Pemerintah Kabupaten Kebumen pada Oktober 2003. Biayanya sebesar Rp. 3 miliar untuk membeli perlengkapan seperti kamera, membangun pemancar, dan setting gedung studio seluas 1.000 meter persegi. Bangunan di atas lahan satu hektare itu berdiri di samping studio radio In FM, milik Pemkab Kebumen yang berdiri sejak 1968. Pendapatan iklan Ratih TV baru sebesar Rp. 20 juta per tahun. Pemkab pun harus memasok dana Rp. 600 juta per tahun untuk operasional siaran dengan dana yang diambil dari APBD. Agar bisa berhemat, Ratih TV menggandeng SCTV sebagai mitra. Pelatihan gratis pun diberikan pada awak Ratih TV yang mencapai 60 orang, dengan kompensasi SCTV bebas menggunakan pemancar Ratih TV di luar jam siaran, yaitu pukul 06.30-08.00 dan 16.00-18.00.

Ratih TV memang ditujukan untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat tentang keadaan daerah. Lewat acara interaktif, birokrasi pemerintahan menjadi transparan. Manfaatnya bisa dirasakan langsung, misalnya permintaan perbaikan jalan rusak bisa segera direspon. Itu menjadi semangat seorang pemimpin politik bahwa keberpihakan itu haruslah pada wongcilik, pada rakyat di tataran akar rumput. Juga bukan informasi yang semata didapatkan dari laporan bawahannya, tetapi benar-benar suara yang datang dari kalangan bawah.

Jadi, Rustri tidak merasa rugi meskipun Ratih TV masih dibiayai oleh pemerintah daerah. Ia ingin mengudara lebih lama, tak hanya tiga setengah jam. Slot jam tambahan itu diisi acara ilmu pengetahuan dan pendidikan, utamanya teknologi informasi. Pada awal tahun 2000-an, siaran ilmu pengetahuan hanya bisa diakses oleh sedikit orang lewat parabola. Siaran Ratih TV yang gratis tentunya memudahkan masyarakat untuk memperoleh informasi yang bermanfaat..

Rustri juga mendorong transparansi informasi dan kegiatan pemerintah daerah agar mudah dicek oleh warga, termasuk neraca keuangannya. Ia memerintahkan agar neraca tersebut diumumkan di media massa. Hasilnya, di bawah kepemimpinan Rustri, Kebumen termasuk dalam 14 kabupaten yang dinilai sebagai daerah yang memiliki kemauan kuat untuk membangun demokratisasi.

Bukan hanya siaran TV, Rustri melihat sendiri realitas Kabupaten Kebumen, sebagaimana sebagian besar wilayah tingkat II lain di Indonesia, yang memiliki masalah sosial masyarakat, seperti kesenjangan ekonomi, kemiskinan, dan pengangguran. Ia lalu membuka pelayanan publik melalui program radio dan SMS (short message service). Lewat program radio In FM di pagi hari, Rustri mendengarkan berbagai keluhan dan persoalan warga Kebumen yang disampaikan lewat telepon. Keluhan harus disikapi dengan sabar karena jarang masyarakat yang mau menunggu solusi. Mereka mau semua persoalan cepat selesai. Ia hanya berusaha membantu sesuai dengan kemampuan dan empati yang dimilikinya. Karena itu, sejumlah kalangan menyebutnya sebagai “Srikandi Kebumen.”

Ketika Rustri mengambil alih pengelolaan radio In FM dari pihak swasta pada 2001, stasiun radio tersebut bisa menyetor dana keuntungan ke pemda. Nilainya Rp 19,5 juta. Pada tahun 2003, nilai setoran mampu naik menjadi Rp 48 juta. Radio ini berdiri tahun 1968. Saat itu namanya Radio Suara Pemerintah Daerah (RSPD). Pada 1984 tidak lagi mengudara di gelombang SW, tapi pindah ke AM. Tahun 1997, Pemkab menyerahkan pengelolaannya pada swasta dengan nama RSPD Indrakila.

Di era Rustri menjabat bupati tahun 2001, Radio diambil alih dan dikelola oleh manajemen profesional. Namanya diganti jadi In FM. Dalam sehari, In FM mengudara selama 19 jam. Laiknya radio milik pemda, In FM menyuguhkan acara layanan masyarakat. Contohnya ”Selamat Pagi Bupati” (06.00 – 06.30), ”Layanan Polisi Informasi dan Surak” (”Suara Rakyat”) yang diisi oleh anggota DPRD. Di luar itu, jam-jam siaran diisi dengan berbagai acara hiburan.

Acara-acara layanan masyarakat itu ternyata diminati pemasang iklan. ”Selamat Pagi Bupati” di-blocking time oleh sebuah perusahaan karena paling digemari masyarakat Kebumen. Untuk operasional, In FM dibiayai dari APBD. Tahun lalu besarnya Rp 60 juta, meliputi gaji pegawai, listrik, telepon, dan air. Biaya operasional bisa ditekan karena pengeluaran di luar gaji memungkinkan dibarter dengan iklan. Dari hasil survei, pendengar In FM berjumlah 750.000 orang, 60% berusia di bawah 30 tahun. Bergerak di frekuensi 90.60 FM dan dengan jangkauan hingga radius 50 kilometer, suaranya bisa didengar hingga Keresidenan Kedu dan Banyumas dan menjadi tempat studi banding radio-radio daerah lain.

Gubernur Jateng periode 1998-2007, Mardiyanto, mengakui kepemimpinan Rustri. Bagi Gubernur, Rustri memimpin dengan naluri kewanitaannya. Sejak mulai menjabat bupati, pembangunan di Kebumen cukup pesat. Hasil pembangunan infrastruktur yang moncer antara lain adalah Jembatan Karangbolong yang melintas di atas Sungai Suwuk, sebagai penghubung Kecamatan Puring dengan Kecamatan Ayah. Lalu pengaspalan jalur selatan dari arah Kabupaten Cilacap, dari Patimuan-Sidareja-Jeruklegi sepanjang 58,95 kilometer dengan lebar empat sampai lima meter, serta jalur Adipala Cilacap sampai Bodo Kebumen sepanjang 28,3 kilometer dengan lebar lima meter.

Jalur-jalur jalan lain juga diperhatikan, seperti Kalibodo di Kabupaten Kebumen sampai Wawar di Kabupaten Purworejo, sepanjang 60 kilometer dengan lebar empat sampai lima meter. Banyak hal  yang harus dibenahinya, sampai-sampai ia selalu merenung, apa yang telah diperbuat? Apa manfaatnya bagi masyarakat Kebumen? Apa pula yang bisa diperbuat di tahun mendatang?

Empati seorang wanita kerap muncul seketika. Rustri tiba-tiba saja bisa meneteskan air mata bila melihat warganya menjadi korban bencana alam, apalagi kehilangan harta bendanya. Melihat kondisi demikian, ia lantas bersemangat mencari dana untuk rehabilitasi serta lahan pengganti tempat tinggal untuk warga yang menjadi korban. Keprihatinannya bertambah karena ratusan desa di Kebumen rawan terhadap bahaya banjir.

Menjadi bupati bukan semata duduk di kursi empuk, Rustri bergerak cepat di bidang Pendapatan Asli Daerah (PAD). Di masa awal jabatannya, PAD Kabupaten Kebumen tercatat hanya Rp.6 miliar. Dalam tiga tahun, PAD berhasil naik menjadi Rp. 23 miliar. Namun bagi Rustri, keberhasilan menaikkan PAD kabupaten belumlah usai, karena misi keberhasilan yang diinginkannya adalah bila semua masyarakat merasa sejahtera hidupnya. Ia pun melibatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan di Kebumen, khususnya dalam hal pemantapan Otonomi Daerah. Penyelenggaraan pelayanan dasar di bidang pendidikan, kesehatan, permukiman, dan prasarana wilayah di wilayahnya harus terwujud.

Itulah mengapa gerakan peduli bangunan SD bergulir. Banyak gedung SD yang rusak berat dan mendesak diperbaiki. Ada belasan gedung SD ambruk yang harus dibangun kembali. Bila pemerintahannya yang melakukan pekerjaan perbaikan sendirian, anggaran satu sekolah saja bisa mencapai Rp. 30 juta. Jadilah Rustri mengajak masyarakat untuk berpartisipasi. Stimulus dana yang disediakan oleh Pemkab antara Rp. 5 juta sampai Rp. 6,5 juta untuk perbaikan gedung. Sisa kekurangan ditutupi oleh swadaya masyarakat.

Perbaikan gedung SD pada tahun 2002 mencapai 80 persen, sementara dana stimulan sebesar Rp. 13,3 miliar. Untuk merehab 695 gedung, nilai itu hanya menutupi 20 persennya saja. Namun, dengan metode ajakan partisipasi masyarakat, menjadi model nasional dan dikampanyekan dalam iklan layanan masyarakat di televisi. Di dalam iklan ditonjolkan ajakan pemerintah dan peran serta masyarakat dalam memperbaiki gedung sekolah yang rusak.

Anggaran bencana alam pun tak sedikit. Kebumen yang rentan akan bencana banjir dan tanah longsor harus menyediakan dana khusus untuk penanggulangannya. Di bidang kimpraswil, dana tersebut dirasakan sangat berat. Belum lagi biaya relokasi korban tanah longsor. Ada pula anggaran yang harus disediakan untuk perbaikan prasarana umum, seperti jalan, irigasi, saluran air, dan kantor pemerintah kecamatan yang jumlahnya miliaran.

Di bidang kesehatan, Pemkab pun terus berupaya meningkatkan pelayanan kesehatan di berbagai puskesmas. Di sana kemudian dipasang jaringan data komputer yang bisa online antar puskesmas, dan mampu mendeteksi secara dini wabah penyakit di suatu wilayah. Selain itu data kesehatan masyarakat di setiap kecamatan bisa langsung terpantau. Upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, peningkatan pembangunan daerah, dan peningkatan sistem administrasi menjadi prioritas di tahun 2003 sebagai tahun pemantapan Otonomi Daerah. Selain soal pembenahan fisik, ada pula soal pembangunan mental. Ia bersepakat dengan pejabat Pemkab dan masyarakat untuk bersama-sama membenahi sistem pemerintahan yang bebas KKN. Penerapan tindakan terhadap sikap indispliner pun dilakukan namun penekanannya pada sistem yang ada, bukan personel.

Kebumen pun terpilih sebagai salah satu daerah penerima program Prakarsa Pembaruan dan Tata Pemerintahan Daerah (P2TPD) dari Bank Dunia. Penunjukkan Kebumen karena dinilai ada semangat birokrasi dalam melaksanakan reformasi di Kebumen, Pada Januari sampai Oktober tahun 2003, ada empat agenda yang disepakati fasilitator Bank Dunia dan sejumlah LSM. Bupati dan Ketua DPRD Kebumen klop dan sama-sama memiliki potensi untuk menjalankan agenda reformasi. Angka kemiskinan di Kebumen pun tinggi, sehingga Bank Dunia menggarap empat agenda, yaitu strategi pengentasan kemiskinan, pengadaan barang dan jasa, pengawasan pembangunan partisipasitif, serta pembagian kewenangan daerah dan desa.

Pengakuan atas kinerja Rustri pun datang dari dunia internasional. Ia menjadi feature berita stasiun televisi swasta Amerika Serikat, CNN. Televisi tersebut menayangkan figur Rustri sebagai sosok pejabat yang bersih dan merakyat di tengah citra Indonesia sebagai salah satu negara paling korup. Selain CNN, figur Rustri juga pernah diberitakan oleh koran New York Times di Amerika dan koran Singapura, The Strait Times, pada awal September 2003. Temanya sama, bahwa sosok Rustri merupakan pejabat yang jujur. Ia dipuji karena mengutamakan partisipasi rakyat dalam pembangunan. Rustri dianggap berhasil tampil sebagai figur pemimpin daerah yang ideal. Sejak terpilih menjadi bupati sikapnya konsisten memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Meski tampil di media internasional, Rustri tetap tampil sederhana. Seringkali Sang Bupati menyupiri sendiri mobil pribadinya, minibus Jepang tahun 1994, dari Kebumen ke Semarang yang berjarak sekitar 120 kilometer, untuk menghadiri acara kedinasan. Sikap itu karena dia terbiasa turun ke bawah, menggalang partisipasi masyarakat dengan tak dibatasi protokoler. Para kontraktor yang kerap memainkan nilai proyek pun dikritisinya, kalau perlu di-black list. Rustri pun berusaha menghapus praktek main suap bagi pegawai negeri yang mau naik pangkat. Ia menerapkan aturan bahwa pegawai yang berprestasi langsung naik pangkat, sedangkan yang bermasalah harus ditunda.

Berbagai kecurangan pun dibenahi. Mekanisme pengangkatan kepala sekolah, yang sebelumnya menjadi ladang sogokan, diubah menjadi transparan melalui tes pengetahuan administrasi, uji psikologi, dan bebas suap. Semua calon diseleksi dengan pengawasan ketat. Mekanisme pemilihan pimpinan perusahaan daerah pun dibersihkan dari praktek sogok. Rustri pernah ditawari suap untuk menunjuk seorang calon namun ditolaknya mentah-mentah karena prinsip. Untuk mengelola perusahaan perlu kemampuan bisnis, dan harus teruji.

Untuk menggalang partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kebijakan pemerintah, Rustri mengembangkan program yang ia sebut informasi dan komunikasi untuk membangun pemerintahan yang transparan dan bertanggung jawab. Ia juga mendirikan press center, yang diresmikan langsung oleh Presiden Megawati. Melalui pusat informasi untuk pers itu, Rustri memberi kewenangan kepada para pejabat di bawahnya untuk menjelaskan kebijakannya. Para pejabat dilatih bertindak transparan, bertanggung jawab, dan memupus jarak antara aparat pemerintah dan rakyat.

Rustri bahkan melakukan hal yang langka, memberikan nomor telepon seluler yang bisa dihubungi oleh siapa saja. Sejak itu, mengalirlah penelepon dan pengirim pesan singkat dari berbagai lapisan masyarakat utamanya bawah. Isi pesan pun bermacam-macam, dari sekedar menyapa bupati sampai keluhan-keluhan hidup masyarakat.

Rustri juga memisahkan urusan partai dengan pemerintahan. Ia sering melarang para kader partainya memanfaatkan fasilitas umum untuk kegiatan mereka. Pernah, ratusan kader PDI Perjuangan yang mau mengikuti sebuah acara di Semarang ia suruh langsung berangkat dari rumah masing-masing. Ia melarang mereka berkumpul di Alun-alun Kebumen, karena akan terkesan seperti kampanye.

Menurut Rustri, satu-satunya fasilitas pemerintah yang terpaksa ia manfaatkan untuk urusan partai hanyalah ajudan bupati. Dulu, ia pernah mengangkat sekretaris pribadi untuk mengurus kegiatannya di luar dinas. Tapi, pengaturan jadwalnya malah jadi amburadul, karena kerap bentrok dengan jadwal yang sudah disusun ajudan bupati. Akhirnya ia terpaksa meminta ajudan untuk sekaligus mengatur jadwal kegiatannya di partai.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDI Perjuangan Jawa Tengah saat itu, Murdoko, mengaku bangga pada sosok Rustri. Pencapaian kinerja sebagai bupati sekaligus menunjukkan bahwa kader PDI Perjuangan bisa memerintah dengan baik. Namun, pohon tinggi pun mesti diterpa angin yang lebih besar. Ada pula yang mengeritik gaya kepemimpinannya. Ia dianggap kerap merumuskan sendiri kebijakannya dan membuat kebijakan top down, bukan bottom up. Dalam membangun good governance, tidak bisa sendirian. Rustri dianggap oleh beberapa anggota DPRD Kebumen mengabaikan para pihak yang seharusnya terlibat. Semestinya Rustri melibatkan unsur-unsur lembaga musyawarah pimpinan daerah, termasuk pimpinan DPRD.

Konflik dengan DPRD memang pernah mencuat ketika Rustri menolak permintaan dewan untuk menaikkan APBD 2001. Rustri menganggap kenaikan itu ujung-ujungnya akan membebani rakyat. Dalam pandangannya, zaman reformasi yang baru dimulai ini masih susah, janganlah anggaran belanja dinaikkan. Tetapi, Rustri tetap menganggap kritik sebagai masukan, menerimanya dengan hati terbuka.

Di rumah dinasnya, Jalan Mayor Jenderal Soetoyo, persis di utara alun-alun Kebumen, Rustri terbiasa bangun sebelum adzan dan memulai hari dengan salat subuh, meski penjaga keamanan dan ajudan masih tidur. Hal itu biasa dilakukan meski jadwal acara sebagai bupati kadang hingga larut pagi. Ia mengisi waktu jelang terbit matahari dengan mandi, berpakaian, dan berdandan. Rustri lantas menyempatkan diri menandatangani sejumlah dokumen dan menerima stafnya, di ruangan yang salah satu sudutnya dihiasi beberapa tangkai bunga sedap malam yang meruapkan wangi khas. Setiap Rabu malam, ia pun kerap bernyanyi karaoke bersama staf untuk konsolidasi dan membahas masalah secara informal.

Setiap meeting dan siaran radio, ia mencatat semua masukan dan mencoba mencari solusi. Rustri juga selalu menganjurkan masyarakat agar terlibat dalam pembangunan Kebumen. Upaya mendekat dan mengajak partisipatif itu terlihat hasilnya pada Pemilu 2004. PDI-P Kebumen meraih suara 234.922 atau menang 37,84%. Perolehan suara ini membuat partai yang didirikan Megawati tersebut meraih 19 kursi di DPRD. Itu berarti ada penambahan tiga kursi dibandingkan Pemilu 1999. Suatu prestasi yang layak dicatat di tengah keterpurukan PDI-P di beberapa tempat.

Rencana Pemkab Kebumen merubah hari jadi Kabupaten Kebumen pun dibahas. Pasalnya, masyarakat menolak tanggal 1 Januari 1936 ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabupaten Kebumen. Penetapan tersebut berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Lembaran Negara Hindia Belanda Tahun 1936 Nomor 629. Kemudian ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 1990.

Dengan prestasi meningkatkan kemakmuran daerah, Rustri dipercaya kembali menjadi kepala daerah periode kedua, 2005-2010. Prestasi yang dicapainya pada periode kedua ini tak kalah kemilaunya. Salah satunya adalah program P2TPD hibah dari Bank Dunia senilai Rp 30 miliar. Dengan dana yang dikucurkan sejak 2006 itu, Kabupaten Kebumen mendirikan berbagai fasilitas infrastruktur. Juga, program one stop service untuk 38 perizinan yang dilakukan lewat Kantor Pendapatan Daerah mulai tahun 2005. Bahkan, Kebumen memiliki 10 industri menengah, 1.182 industri kecil dan 35.151 industri rumah tangga yang bergerak dalam pembuatan keramik, plastik, pengolahan kayu dan kerajinan.

Keberhasilan program-program yang dijalankan sejumlah kepala daerah itu berujung pada kemakmuran rakyat. Indikasinya tampak dari kenaikan PAD atau APBD. Pada tahun 2007, PAD Kebumen menjadi Rp 56 miliar, jauh lebih besar disbanding saat Rustri baru menjabat bupati tahun 2001 sekitar Rp. 6 miliar rupiah.

Kemitraan Pemkab Kebumen dengan lembaga non pemerintah pun terkenal ke luar daerah. Berbagai program yang datang dari partisipasi masyarakat dan nonpemerintah banyak yang diakomodasi Pemkab. Keberpihakan gender dalam ranah kebijakan publik di Kebumen menjadi percontohan, karena program yang berpihak gender tidak hanya terlihat dari alokasi dana dan kebijakan, namun juga pada penempatan perempuan pada pejabat struktural dan di anggota legislatif.

Kemitraan di era pemerintahan Rustri pun berlanjut sampai Buyar Winarso, Bupati Kebumen 2010-2015. Komunikasi intensif antara Buyar dengan Rustri tetap terjalin demi melanjutkan solusi yang belum tuntas.

 

 

 

Di Tengah Keluarga

Kepergian Rustri untuk menunaikan ibadah haji memberikan rezeki padanya. Di dekat al Multazam, ia sempatkan zikir, berdoa, dan salat sunah. Doanya terutama tiga hal. Pertama, meminta diberi kemampuan menjalalankan tugas sebagai Bupati Kebumen. Kedua, sukses memimpin partai dan meraih kemenangan dalam pemilu. Ketiga, mendapatkan jodoh. Doa yang terakhir ini diijabah seketika. Ketika menjalankan ibadah shalat Subuh pada hari ke delapan, ia bertemu seorang pria bernama Soni yang menjadi pimpinan regu. Hatinya terkesiap, ia pernah bertemu pria itu di Arafah.

Pertemuan pertama dengan Soni tersebut cukup sederhana. Rustri yang ditemani kakak iparnya terkesima dengan rombongan dari Jakarta yang berjalan di Padang Arafah. Rustri sempat bertatapan mata dengan seseorang yang berjalan berbarengan. Ia heran, di Padang Arafah ada orang berjalan tanpa alas kaki. Ternyata orang itu baru saja kehilangan sandalnya. Di situlah awal perkenalannya Soni, tanggal 9 Zulhijjah. Perkenalan itu membuatnya terkesima namun perasaan yang bergetar itu dipendamnya dalam-dalam. Perasaan paling dalam itu dia komunikasikan kepada Sang Khalik. Dan benar, Soni adalah jodohnya.

Setelah kembali ke Kebumen, keluarga Soni dipimpin oleh John Soeratno datang melamar ke Pendapa Rumah Dinas, Jl. Mayjen Sutoyo Kebumen. Sebagai seksi acara sekaligus pembaca doa adalah Wakil Bupati, KH. Nasiruddin AM, serta seorang Ketua PP Pemuda Muhammadiyah, Drs. H. Nadjmuddin Ramly, MSi.

Setelah empat tahun berstatus gadis, Rustri menikah pada Juni 2004 dengan H. Soni Achmad Saleh Ashari bin Noorjatno, pria asal Makassar, Sulawesi Selatan. Iringan rebana bertalu-talu mengiringi kedatangan Rustriningsih memasuki masjid terbesar di daerah itu. Akad nikah disaksikan oleh sekitar 350 tamu undangan dipimpin oleh Penghulu Nadjib Chamidi, Kepala Urusan Agama Kecamatan Kebumen. Sebagai saksi mempelai perempuan adalah Gubernur Jawa Tengah, H. Mardiyanto. Sukandar Rumidi menjadi saksi mempelai laki-laki dan Rusmanto, kakak Rustriningsih, menjadi wali nikah. Hadir pula Menteri Agama Said Agil Al Munawar.

Kedua pasangan memakai baju adat Jawa dengan sentuhan Islami berwarna putih, hasil rancangan Nunik Mawasdi dari Bandung. Hampir semua bupati dan pejabat daerah di Jawa Tengah hadir dalam acara resepsi. Seusai akad nikah, Rustri kemudian ke luar masjid menumpang mobil sedan menuju ke Rumah Dinas Bupati Kebumen di sekitar alun-alun setempat. Beberapa saat kemudian Soni meninggalkan masjid menuju rumah pribadi Rustriningsih di Jalan Veteran Kota Kebumen, yang untuk sementara menjadi tempat menginap keluarga mempelai laki-laki.

Sekira pukul 11.00 WIB, berlangsung resepsi pernikahan di Pendopo Rumah Dinas Bupati Jalan Sutoyo Nomor 1 Kota Kebumen. Di Alun-alun Kebumen, sejumlah orang menggelar panggung pentas wayang kulit, ratusan pedagang juga telah enggelar dagangan di kawasan pusat Kota Kebumen itu. Pernikahan yang dilangsungkan di Masjid Agung Kauman itu berlangsung meriah.

Pernikahan Bupati Kebumen ini benar-benar menjadi sebuah “pesta rakyat” setempat. Semua lapisan masyarakat dibebaskan untuk datang ke alun-alun menikmati berbagai macam suguhan termasuk kesenian wayang serta lainnya. Rustri tidak membeda-bedakan tamunya, bahkan undangan bagi seluruh anak-anak yatim piatu serta panti asuhan di seluruh Kebumen pun disiapkan.

Pernikahan itu sarat dengan angka sembilan. Maklum, kedua mempelai bertemu di Padang Arafah pada 9 Zulhijah 1412 ketika sama-sama menjalankan ibadah haji. Pertemuan kemudian disimbolkan dengan tanda mata yang disebut “sertifikat derma”. Sertifikat berbentuk lembaran kertas cokelat muda senilai Rp 9 juta per lembar itu dijual ke setiap tamu yang hadir. Hasil penjualan sertifikat sejumlah Rp. 63 juta disumbangkan bagi pengembangan Wajib Belajar Sembilan Tahun, diwujudkan dalam bentuk perlengkapan sekolah siswa setingkat SD dan SLTP dari keluarga tidak mampu. Perlengkapan sekolah itu diwujudkan dalam bentuk baju seragam, buku, dan biaya sekolah.

Usai menikah, bukannya berbulan madu, kesibukan membawa Rustri tenggelam dalam pekerjaan. Soni justru diajaknya berkeliling sampai ke desa-desa, agar tahu pekerjaan bupati seperti apa. Mereka dikaruniai tiga anak, Indra Fahmi Mahendra, Muhammad Alif Ganeswara, dan Shabira Helmalianingsih. Indra Fahmi Mahendra merupakan anak yang diangkatnya ketika baru berusia tiga bulan, ketika Rustri belum menikah. Ia merasa iba melihat Mahe karena ibu kandungnya meninggalkan dia di rumah sakit di Bandung akibat tak mampu membayar biaya persalinan. Dari suaminya, Rustri dikaruniai Muhammad Alif Daneswara dan Shabira Hemalianingsih.

Kesibukan membuat tiga anaknya sering dititipkan kepada saudara-saudaranya. Ia tetap berusaha menyempatkan diri untuk menyapa anak-anaknya melalui telepon, termasuk mengingatkan Daneswara agar jangan lupa menonton film kartun Jepang Naruto yang ditayangkan di salah satu kanal televisi swasta setiap sore. Kesibukan sebagai bupati seolah mengambil banyak momen berharga bersama anak-anaknya karena Soni pun, yang pengusaha periklanan, lebih sering berada di Jakarta.

 

Sang Wagub yang Terpinggirkan

Belum mengakhiri masa jabatannya, Rustri memberanikan maju memimpin Provinsi Jawa Tengah, mendampingi Bibit Waluyo. Mereka memenangi Pilkada Gubernur-Wakil Gubernur Jawa Tengah, pada Minggu 22 Juni 2008 dengan meraih suara di atas 40 persen.
Nama baik Rustri cukup ampuh sebagai vote getter (pengumpul suara) bagi pasangan Bibit-Rustri. Dalam Pilgub Jateng tersebut, Rustri merupakan perempuan satu-satunya, sehingga bisa mencuri perhatian masyarakat Jateng. Bibit sendiri mengakui bahwa Rustri, merupakan seorang pemimpin yang teruji dan memiliki kemampuan terukur. Dua periode menjadi bupati membuktikan bahwa Rustri adalah pemimpin perempuan yang memiliki potensi luar biasa.

Rustri pun merancang program kerja 100 hari pertama. Diawali dengan konsolidasi jajaran birokrasi pemerintah provinsi terkait pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan pada APBD murni atau perubahan. Dalam 100 hari kerja, ada hal-hal yang perlu dievaluasi dan monitoring untuk perencanan APBD 2009.

Rustri pun secara prinsip menyambut baik sistem jaminan sosial nasional/SJSN yang akan diberlakukan se-Indonesia. Di Jawa Tengah, yang perlu dilakukan adalah memperkuat hal-hal yang belum diakomodasi oleh Pemerintah Pusat. Jamkesda, misalnya dan  Jaminan Persalinan (Jampersal) betul-betul menjadi harapan dapat menekan angka kematian ibu melahirkan dan anak.

Di Jawa Tengah, Rustri ingin agar masyarakat yang terlindungi oleh jaminan sosial tidak sangat terbatas, karena banyak juga yang bekerja pada sektor formal. Tapi bagi masyarakat biasa yang tidak memiliki ikatan kegiatan apa-apa, tentunya hanya berharap pada Jamkesmas dan Jamkesda untuk jaminan bidang kesehatannya. Sedangkan untuk perlindungan ketenagakerjaan, Jaminan Kecelakaan Kerja dan sebagainya, apabila masyarakat memiliki wadah, institusi yang jelas, tentunya mereka memiliki harapan untuk memperoleh jaminan tersebut. Rustri ingin agar BPJS Pusat dapat mencermati terkait dengan data, sebagai modal utama untuk menyusun program kerja yang baik.

Rustri juga menyatakan gagasan mengenai pembangunan pusat pelatihan keterampilan bagi penyandang cacat di Kabupaten Kebumen. Rustri ingin agar para penyandang cacat bisa mandiri dengan adanya tempat pelatihan khusus. Untuk pemasaran produk, ia akan membantu mengurusnya.

Sebagai Wakil Gubernur Jawa Tengah, Rustri kembali ke Kebumen pada 07 Maret 2011 saat berkunjung ke Desa Seboro, Kecamatan Sadang, untuk melaksanakan kegiatan Tanam Perdana bibit Lengkeng Itoh bersama Bupati Kebumen, Buyar Winarso dan pejabat Bank Jateng Cabang Kebumen. Kunjungan tersebut sekaligus sebagai tindak lanjut dari rencana Pengembangan Sentra Pemberdayaan Tani dalam bentuk pengembangan Kawasan Agrowisata di wilayah tersebut bersama Yayasan Obor Tani.

Pengembangan agrowisata merupakan salah satu alternatif yang diharapkan mampu mendorong potensi ekonomi daerah maupun upaya pelestarian potensi sumber daya alam. Apalagi mengingat pemanfaatan potensi sumber daya alam sering kali tidak dilakukan secara optimal dan cenderung eksploitatif. Kecenderungan ini perlu segera dibenahi, salah satunya melalui pengembangan industri pariwisata, dengan menata kembali berbagai potensi dan kekayaan alam serta keanekaragaman hayati berbasis pada pengembangan kawasan pertanian dan perkebunan secara terpadu.

Masyarakat Kebumen berharap akan tercipta desa Seboro sebagai desa agrowisata. Untuk itu perencanaan, pengembangan, pengelolaan, dan pengawasan dilakukan secara cermat. Pengembangan Agrowisata memerlukan kreatifitas dan inovasi, kerja sama dan koordinasi, serta promosi dan pemasaran yang baik, termasuk di dalamnya keterlibatan unsur masyarakat.

Program Pengembangan Sentra Pemberdayaan Tani dalam bentuk pengembangan Kawasan Agrowisata diharapkan membangkitkan ekonomi rakyat. Sejumlah 35 desa di Propinsi Jawa Tengah diproyeksikan menjadi desa-desa agrowisata. Desa Seboro menjadi salah satu rintisan. Di desa tersebut telah dibangun tujuh embung, dimana masyarakat sekitar kini sudah bisa memetik hasilnya. Dari Desa Seboro, bersama Bupati Kebumen Buyar Winarso , Rustri melanjutkan kunjungan ke Waduk Sempor.

Sebagai wakil gubernur, Rustri kerap mengingatkan bahwa kasus-kasus penegakkan korupsi perpajakan hingga masih terfokus di tingkat pusat. Baginya, perlu ada pembenahan hingga tingkat daerah. Selama ini ia masih banyak mendengar keluhan terutama dari kalangan pengusaha. Karenanya Rustri mendukung kerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi sampai ke daerah-daerah. Terkait sisi kompromistis dalam penentuan pajak antara wajib pajak dan petugas pajak, Rustri ingin agar petugas pajak tampil tanpa kompromi dengan tidak mengorbankan kepentingan pengusaha.

Sukses dalam berkarir tak membuat Rustri lepas dari teror. Pada 7 Juni 2011, sebuah paket kardus mi instan dikirim ke rumah dinasnya, Jalan Rinjani No. 1 Semarang. Paket yang bertuliskan dari Jakarta itu terbungkus rapi dengan lakban warna cokelat yang membalutnya. Ia sungguh kaget saat membuka bungkusan. Ada tiga boneka bertuliskan anak-anaknya, yakni Danes, Sabira, dan Nafi, tampak berlumuran darah dan berbau anyir. Rustri tentu shock dan terpukul, karena anak-anaknya tidak tahu apa-apa tapi dibawa-bawa ke dalam masalah.

Meski moncer secara berita, di dalam partai, namanya tenggelam. Nama Rustri muncul lagi pada tahun 2012 saat menjadi salah satu deklarator organisasi masyarakat (ormas) Nasional Demokrat bersama Surya Paloh. Ia pun menjadi Ketua Ormas Nasdem Jawa Tengah. Namun, ketika ormas tersebut berubah menjadi sebuah partai, ia memilih untuk tetap berada di PDI Perjuangan. Karena sikap itu, Rustri tersisih dari bursa calon gubernur Jawa Tengah tahun 2013. Sekjen PDIP 2010-2015, Tjahjo Kumolo, mensyaratkan calon gubernur dari partainya adalah figur yang tidak mencla-mencle. PDIP pun akhirnya mencalonkan Ganjar Pranowo. Rustri hanya mengambil hikmah dari kejadian itu..

Ia menyadari bahwa penyebab PDI Perjuangan menampik dirinya sebagai calon gubernur Jawa Tengah karena dianggap tidak memiliki kesantunan dalam berpolitik. Ada elit di PDIP yang menganggap dirinya terlalu menonjolkan popularitas individu daripada menunjukkan nama besar PDIP. Rustri menolak anggapan itu karena popularitas dirinya dengan popularitas PDIP tak bisa dipisahkan, justru bisa saling menguatkan. Dia pun terlempar dari struktur partai.

Adapun Ganjar, sebagai calon gubernur pilihan PDIP, menyarankan Rustri untuk melakukan kontemplasi. Ia berharap Rustri mengarahkan pendukungnya untuk memilih Ganjar. Tetapi, Rustri menyatakan bahwa ia tak akan mengarahkankan pendukungnya pada kandidat tertentu, termasuk Ganjar karena mereka punya pilihan sendiri. Hal ini dikuatkan oleh statemen beberapa kelompok pendukung Rustri yang menyatakan tak akan ikut mencoblos.

Ganjar pun menyadari bahwa PDIP menghadapi tantangan berat. Tetapi, ia menilai bahwa tak ada calon yang terlalu menonjol. Peluangnya sama besar. Di tingkat pengurus pusat, Wakil Ketua DPP PDIP Bidang Politik dan Hubungan Antar Lembaga, Puan Maharani, menyindir Sang Wagub. Puan menyebutkan bahwa siapapun yang merasa sebagai kader PDIP hukumnya wajib untuk memenangkan bakal pasangan calon gubernur Jawa Tengah dari hasil rekomendasi. Tidak terkecuali Rustriningsih, yang hingga saat ini belum mengarahkan suara para pendukungnya. Kalau masih merasa PDI Perjuangan, mesti sama-sama mengamankan dan melaksanakan pemenangan calon yang sudah direkomendasikan. Puan pun mengatakan, struktur di DPP PDIP terus mencoba menjalin komunikasi dengan Rustri supaya ia luluh dan bersedia memenangkan Ganjar-Heru.

Sementara itu, Rustri menyatakan bahwa ia sangat mengapresiasi pernyataan Puan Maharani. Dia juga mengatakan bahwa pernyataan Puan Maharani seperti membuka tradisi baru di PDIP. Selama ini struktur partai bisa berbuat apa saja terhadap kadernya. Mau memecat tinggal pecat. Ketika disebutkan bahwa memenangkan kepentingan partai adalah kewajiban kader, otomatis kader bisa bertanya, apa kewajiban partai? Jadi ada empat unsur yaitu hak kader, kewajiban kader, hak partai, dan kewajiban partai.

Rustri ingin agar hal ini didiskusikan secara transparan demi PDIP menjadi partai modern. Selama ini, kader hanya diminta melaksanakan kewajiban dirinya tanpa tahu apa yang menjadi kewajiban partai. Setiap ditanya, mereka hanya mendapat jawaban bahwa yang ada di struktur partai adalah kader yang memiliki kewajiban sama. Sama halnya dengan komunikasi, yang efektif adalah komunikasi yang dilandasi ketulusan dan bukan hanya kepentingan saja.

Sudah lama Rustri merasa dipinggirkan. Saat berkunjung ke Desa Kalikobo, Kecamatan Trucuk, dalam acara penanaman padi Ciherang, pada 21 November 2012, jajaran Muspida Kabupaten Klaten tidak hadir untuk menyambut sang wagub. Kursi undangan banyak yang kosong. Pejabat tingkat kabupaten yang hadir dalam acara tersebut hanyalah Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Klaten.

Rustri sendiri menepis isu renggangnya hubungan antara dirinya dengan Bupati Klaten Sunarna. Bahkan Rustri mengaku hubungan dengan bupati terjalin harmonis dan tidak ada masalah. Ia berprasangka baik, bahwa mungkin jajaran Muspida Klaten, sedang ada pekerjaan lain.

Ketika DPP mengeluarkan rekomendasi calon gubernur Jawa Tengah dari PDIP, yang menetapkan Ganjar Pranowo sebagai usungan, Rustri segera didera ratusan sms, telepon, dan ratapan para pendukungnya yang kecewa atas keputusan pusat. Ada yang meneleponnya sambil terisak, kepala desa yang sampai sakit demam, satu mobil dari teman-teman difabel yang datang, semua menyesalkan keputusan DPP. Buku tamu pun segera penuh oleh mereka yang mendaftar untuk bertemu. Banyak yang mendorong Rustri untuk maju dari partai lain ataupun secara independen. Namun, Rustri menolak. Ia malah mengurangi intensitas hiruk pikuk politik.

Dukungan terhadapnya terus bedatangan tanpa jeda. Telepon seluler terus berdering karena panggilan masuk dan SMS yang menunjukkan rasa simpati. Ia kaget juga karena respon masyarakat sedemikian besar. Mereka tahu bahwa Rustri setia pada partai dan  seorang loyalis Megawati sejak Sang Mantan Presiden itu dikungkung Orde Baru. Bersama Megawati, ia turut melawan rezim yang mencoba mematikan karier politik salah seorang putri Presiden pertama RI tersebut. Rustri menjadi ikon perlawanan di daerah Kebumen, Banyumas, dan meluas hingga Jawa Tengah. Gerakan perlawanan itu menang, mencuatkan namanya secara nasional.

Rustri masih ingat bagaimana bersama “Mbak Mega”, panggilan akrab Megawati, melakukan gerakan penggembosan terhadap PDI. Kesuksesan ditandai oleh pergantian nama PDI menjadi PDI Perjuangan. Kini semua seakan berbalik. Saat dirinya sudah siap melanjutkan karir politik dengan melangkah menuju Pilgub Jateng 2013, secara tidak terduga rekomendasi PDIP diberikan kepada Ganjar Pranowo dan Heru Sudjatmoko.

Kesetiaan selama 22 tahun kepada PDIP, sejak partai tersebut masih embrio, berakhir pahit. Ia pun beralih menempuh jalur pemberdayaan masyarakat. bekerja ril agar bisa menginspirasi masyarakat. Ia juga tidak mau mendirikan ormas. Cukuplah bisa kumpul-kumpul dan diskusi dengan masyarakat yang mendukungnya. Ia harus tetap bisa menggugah masyarakat, memberi contoh, dan diikuti oleh masyarakat. Ia tidak mau memperburuk situasi karena banyak bicara.

Banyak juga yang mengajak Rustri untuk menggeluti dunia bisnis. Selain itu, ada pula yang menawarkan konsep usaha kepada dia. Rustri memilah deretan usulan itu, mencari yang sesuai dan sekira mampu dilakukan olehnya. Setelah Ganjar terpilih menjadi Gubernur Jawa Tengah, Rustri tetap tinggal di Semarang dan tidak pulang kampung ke Kebumen, menunggu anak hingga usai masa usia sekolah.

 

Kebumen Pasca Rustriningsih

Kegagalan adik kandung Rustriningsih, Rustrianto, di pemilihan Bupati Kebumen tahun 2010, disebut-sebut sebagai awal keretakan Rustri dengan Ketum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Sebetulnya Rustri sendiri tak pernah memaksakan PDIP mendukung adiknya di Pilkada Kebumen. Setelah meninggalkan Kebumen untuk berdiam di Semarang sebagai wakil gubernur, Rustri melihat banyak yang mencoba melakukan intrik politik terhadapnya. Termasuk ada rumor santer yang ingin menumbangkan martabatnya di Kebumen, untuk merobohkan eksistensinya di PDIP.

Ia mendengar kabar bahwa kalau ingin menghadang Rustri, hancurkan dulu tanah perdikan, dicabut dari Kebumen. Itu memang masa sulit. Ia menjalankan tugas sebagai Wakil Gubernur Jateng sekaligus sebagai Ketua DPC PDIP Kebumen. Tidak mudah baginya  menunjuk sang adik sebagai calon Bupati Kebumen. Saat itu, ketua DPC Partai Demokrat terbukti maju bersama salah satu wakil PDIP. Mereka maju dari partai lain. Itu link yang dipakai PDIP Jateng dan DPP. Namun, Ketum PDIP, Megawati Soekarnoputri, tak memberikan sanksi apapun. Ada standar ganda di sini, karena Don Murdono, Ketua DPC PDIP Sumedang yang menjadi cawagub Jateng dari Gerindra, juga dipecat. Sementara orang-orang yang merecoki Rustri dan PDIP Kebumen tidak diapa-apakan, bahkan difasilitasi. Seminggu sebelum pencalonan bupati Kebumen, Konfercab yang tengah diselenggarakan dipaksa berhenti oleh sebuah telepon singkat.

Rustri merasa dizalimi. Tata tertib partai sama sekali diabaikan oleh DPP. Harusnya, setiap keputusan melalui perintah tertulis. Di situ ia merasa dikeroyok. Sementara di sisi lain, Megawati telah mengeluarkan rekomendasi terhadap majunya sang adik di Pilkada Kebumen. Dia merasa ada pengurus PDIP yang mencoba mengganjalnya. Saat pendaftaran calon Bupati Kebumen pun dipersulit. Rustri akhirnya nekat mendaftarkan adiknya ke KPU tanpa rekomendasi DPP. Aturan yang coba ia lalui ternyata tidak demikian halnya pada pengurus lain. Ia ambil sikap menyelesaikan pendaftaran. Sekretarisnya lantas diculik. Kurang dari satu jam sebelum KPU tutup, baru bisa dihubungi. Sekretaris melaporkan bahwa dia disekap dan ponselnya diminta.

 

Konvensi Partai Demokrat

“Apa saya pantas menjadi peserta konvensi Partai Demokrat?”

Itulah kalimat jawaban Rustri saat ditanyakan tentang keikutsertaan dalam Konvensi Partai Demokrat. Partai berlambang segitiga “mersi” tersebut memang menjaring sejumlah kader baik dalam maupun luar partai untuk ikut seleksi calon presiden, yang akan diusung oleh Partai Demokrat. Rustri sendiri sibuk dengan kegiatan baru, rencana mendirikan akademi komunitas untuk mendidik tenaga ahli bidang kesehatan, pertanian, dan perikanan. Dia juga sibuk mengurus kegiatan sosial di bidang kesehatan, seperti operasi mata dan bibir sumbing.

Komite konvensi Partai Demokrat menggodok nama-nama calon peserta konvensi. Saat itu sudah ada 11 nama yang diberikan Majelis Tinggi Partai Demokrat dan 15 nama usulan dari komite konvensi. Sejumlah nama yang diberikan Majelis Tinggi adalah Marzuki Alie, Irman Gusman, Pramono Edhie Wibowo, Dahlan Iskan, Mahfud MD, Gita Wirjawan, Endriartono Sutarto, Djoko Santoso, dan Chairul Tanjung. Dari 16 calon peserta, hanya ada satu peserta perempuan yang diloloskan. Calon peserta perempuan yang dimaksud adalah mantan Wakil Gubernur Jawa Tengah, Rustriningsih.

Rustri bersama 15 nama peserta konvensi lain dipublikasikan pada 30 Agustus 2013. Bergabungnya Rustriningsih sebagai kader PDI Perjuangan, tidak lantas membuka peluang koalisi dengan partai pimpinan Megawati Soekarnoputri. Selain Rustri, ada kader partai lain yang ikut, yaitu Endriartono Sutarto sebagai kader partai Nasional Demokrat/Nasdem.

Rustri sendiri tak berminat, apalagi PDIP menyatakan bila ia mengikuti konvensi, maka harus ke luar dari partainya. Masuknya nama Rustriningsih sebagai peserta konvensi adalah keputusan komite, sehingga hal itu perlu dihargai karena mereka pun sudah melakukan komunikasi dengan mantan Wakil Gubernur Jawa Tengah itu. Rustri menjadi undangan terakhir yang hadir dalam Konvensi Partai Demokrat. Walau hadir, Rustri menyatakan penolakannya untuk ikut dalam konvensi Partai Demokrat. Ia memohon maaf sebesarnya kalau tidak bisa memenuhi harapan untuk ikuti konvensi atau tahapan konvensi yang akan diselenggarakan.

Rustri datang memenuhi undangan tersebut untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada komite konvensi dan memberikan apresiasi karena telah mengundangnya dan bukan untuk ikut dalam konvensi. Hal itu merupakan kehormatan. Rustri mengapresiasi langkah yang dilakukan komite dalam upaya melakukan terobosan alternatif mencari pemimpin nasional yang  dipilih oleh rakyat dalam pemilu presiden secara langsung. Karena itu, silaturahmi politik perlu dilakukannya.

Rustri bertemu komite konvensi tanpa persetujuan PDI Perjuangan. Ia merasa tak perlu meminta izin karena bukan untuk mengikuti konvensi lebih lanjut. Ia datang sebatas untuk silaturahmi. Kehadirannya dalam arena konvensi itu juga untuk mengapresiasi undangan, sebagai pembalasan rasa hormat dengan rasa hormat pula. Ia masih ingin berkonsentrasi di bidang sosial dan berkiprah di Jawa tengah.

Konvensi Demokrat yang dihadirinya dimaksudkan untuk rekonsiliasi semua potensi. Ini harus dijadikan tradisi bagi semua politisi dan partai politik jika benar-benar memikirkan bangsa dan Negara. Berpartai memang haruslah demi kepentingan bangsa dan Negara, bukan untuk ambisi pribadi. Selain itu, mekanisme penjaringan calon presiden merupakan salah satu alternatif untuk mendapatkan pemimpin yang dikehendaki rakyat.

Ada tiga kategori repon para pendukungnya. Pertama, berterima kasih dan berharap agar Rustri tetap bertahan di PDIP. Kedua, kalangan yang percaya penuh padanya dan mendukung langkah apapun yang dilakukan Rustri. Ketiga, ada juga yang mendorongnya untuk maju terus, karena mereka yakin Rustri tetap dihabisi bisa bertahan di PDIP.

 

Titik Balik

Perjalanan “perseteruan” itu seakan dimulai pada tahun 2009. Saat itu, Rustri diminta menggodok Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga untuk Kongres PDIP di Bali. Dia masuk tim sembilan, orang-orang yang berada di lingkungan terdekat Megawati. Semula, Rustri izin cuti selama 26 hari untuk berhaji. Saat pulang dari tanah suci, rapat kerja nasional (rakernas) sudah diselenggarakan. Ia melihat ada aturan berupa 12 pasal yang bertabrakan.

Hubungan dengan Megawati pun mulai renggang. Rustri sulit untuk menemui Mega. Padahal, Rustri berprinsip bahwa konsolidasi partai mesti bagus. Di situlah titik krusialnya, ia tidak bisa bertemu Mega sebagai Ketua Umum. Pemilihan ketua DPP sampai ke bawah sangat tersentral. Ada pula sejumlah pergantian pengurus yang menurut dia tak pantas. Pengurus DPC diganti tanpa alasan. Itu kasus yang baginya amat parah. Rustri meminta hal seperti itu ditinjau kembali.

Setahun berikutnya, pada 2010, hubungan Rustri dengan Mega kian jauh. Dia diberhentikan dari jabatan Ketua DPC PDIP Kebumen tanpa alasan yang jelas. Kepalang tanggung, Rustri berani mengkritik gaya kepemimpinan Megawati yang dinilai terlalu sentral. Puncaknya, Rustri dicoret dari nama calon gubernur Jawa Tengah yang diajukan oleh PDI Perjuangan dalam pilgub 2013. Ia merasa aneh, peraturan partai saklek ditegakkan padanya namun tidak pada pengurus lain. Alasan mereka adalah hak prerogatif ketua umum.

Rustri pun kecewa. Dia menolak menjadi anggota tim pemenangan untuk calon gubernur dan wakil gubernur yang diusung oleh PDI Perjuangan, yakni Gandjar Pranowo dan Heru Sudjatmoko. Pada pilpres 2014, Rustri kembali membangkang perintah partai untuk mendukung pasangan yang diusung oleh PDI Perjuangan, yakni Joko Widodo – Jusuf Kalla. Dia memilih mendukung duet Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Rustri pun meminta para pendukungnya, yang berkumpul di depan rumahnya, Jalan Veteran Nomor 1, Kebumen, untuk menyampaikan kabar bahwa seorang Rustriningsih memilih Prabowo-Hatta.

Rustri bersiap diri atas keputusan yang diambilnya. Ia sudah memperhitungkan konsekuensinya. Hal-hal yang menjadikannya mendukung pasangan Prabowo-Hatta, antara lain terkait komitmen dirinya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih. Melalui pencermatan yang panjang, termasuk dalam acara debat capres-cawapres, bagi Rustri pasangan Prabowo-Hatta banyak mengupas tentang komitmen penyelenggaraan pemerintahan yang bersih. Dia memutuskan dukungan kepada pasangan Prabowo-Hatta tidak melalui komunikasi dengan PDI Perjuangan.

Pilpres 9 Juli 2014 diikuti oleh dua pasangan calon presiden yaitu pasangan capres Prabowo Subianto – Hatta Rajasa dengan nomor urut 1 dan pasangan capres Joko Widodo – Jusuf Kalla yang bernomor urut 2. Pasangan capres Prabowo-Hatta diusung oleh Partai Gerindra, PAN, Partai Golkar, PKS, PPP, PBB, dan Partai Demokrat, sedangkan Jokowi-JK diusung PDI Perjuangan, Partai NasDem, PKB, Partai Hanura, dan PKPI.

Keputusan Rustri dianggap fatal oleh PDIP. Ketua Umum Megawati langsung memintanya agar mundur dari PDIP. Megawati menegaskan bahwa di PDIP tidak ada kader yang seperti partai lain. PDIP selalu tegak lurus dan solid, sehingga perintah ketua umum untuk mendukung Jokowi adalah wajib. Kalau tidak mendukung, jangan lagi berada di PDIP.

Megawati dan Rustri bertemu di debat capres putaran terakhir di Hotel Bidakara, Jakarta. Mereka duduk di kubu yang berbeda. Rustri diminta langsung oleh Prabowo untuk menghadiri debat, bahkan sampai dijemput dengan helikopter oleh tim sukses Prabowo-Hatta. Dia duduk diapit oleh Okke Rajasa dan Mahfud MD. Di seberangnya, sebelah kiri panggung, Megawati duduk di barisan depan pojok.

Para pendukung Rustri meyakini bahwa ia sudah dipecat dari PDIP secara diam-diam. Hal itu karena adanya kepastian pemecatan suami Rustri, Soni Achmad Saleh Noorjatno, dari keanggotaan PDIP. Soni dipecat tanggal 27 Februari 2014 lalu melalui SK Nomor: 393/KPTS/DPP/II/2014 yang ditandatangani oleh Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dan Sekjen Tjahjo Kumolo. Soni dianggap bersalah karena tidak aktif di DPD PDIP Jawa Tengah. Ini aneh karena suami Rustri tersebut hanyalah kader biasa, bukan pengurus partai. Karena Soni sudah dipecat, para pendukung yakin bahwa Rustri pun sudah dipecat.

Soni Noorjatno, membenarkan dirinya dipecat. Surat pemecatan ditujukan kepadanya, namun tak pernah sampai. Justru ia tahu sudah dipecat dari KPU, saat mengurus Pergantian Antar Waktu. Dalam surat tersebut, ditetapkan soal pemecatan dan larangan padanya untuk melakukan kegiatan atas nama PDIP. Sebuah surat pemecatan yang ditujukan kepada Soni namun tak pernah sampai ke tangannya. Artinya, itu merupakan pemecatan yang dilakukan diam-diam atau ditutup-tutupi.

Menurut pengakuan komisioner KPU, dalam permohonan PAW oleh DPP PDIP yang diajukan nama Rr. Ida Resmi Nurani. Karena hak PAW ada di Soni, DPP PDIP pun melampirkan surat pemberhentian sebagai anggota PDIP kepada Soni. Kalau tidak dipecat, maka Soni yang mestinya duduk di DPR RI, bukan Ida Resmi Nurani, yang dalam pemilu 2009 hanya meraih 18 ribuan suara.

Setelah dipecat dari partai karena mendukung pasangan capres-cawapres Prabowo-Hatta,  para pendukung Rustri di Jawa Tengah yang tergabung dalam Bolo Rustri dan Sedulur Rustri mengalihkan dukungan ke pasangan calon presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla pada Pemilu Presiden 9 Juli 2014. Dukungan Bolo Rustri dan Sedulur Rustri terhadap pasangan capres Jokowi-JK ini sebagai bentuk kekecewaan terhadap langkah Rustri yang mengesampingkan ideologi dalam mendukung salah satu capres. Ia dianggap
meninggalkan PDIP dan ideologi partai dengan drastis, meski sudah lama PDIP sendiri yang meminggirkan Rustri, salah seorang bidan lahirnya PDI Perjuangan.

Rustri sendiri menganggap politik hanyalah pilihan. Ia menyesalkan pula Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang telah salah duga soal rumah keluarganya di Kabupaten Kebumen, yang disebut Wisma Mega, menjadi posko tim sukses pasangan Prabowo-Hatta. Rumah yang diresmikan Mega tahun 2009 itu adalah kantor DPC PDIP, bukan Wisma Mega.

Wisma Mega yang menjadi posko tim sukses Prabowo-Hatta merupakan rumah pribadi Rustri yang ditempati sejak tahun 2004. Tidak hanya rumah pribadinya yang pernah diberi nama dengan embel-embel Mega, tetapi juga rumah orang tuanya di Gombong. Rumah itu disebut Mega Medika. Nama “Mega” disematkan agar nama partai makin jadi besar. Di Mega Medika ada dua dokter berpraktek untuk melayani pasien miskin. Namun titik balik telah menghantar Rustri untuk melepas semua atribut terkait PDIP dan Megawati Soekarnoputri.

 

 

 

 

You may also like...