Rizal Ramli: Ekonom dan Sang Aktivis

Sejuknya suhu Kota Bandung sejatinya mengiringi perjalanan Rizal Ramli untuk menjadi seorang fisikawan. Saat menjadi mahasiswa ITB tahun 1973, Rizal merupakan pengagum Albert Einstein. Ia melepas masa kuliah semester pertama karena harus bekerja di sebuah percetakan demi membiayai kuliah dan makan sehari-hari. Di tengah jalan, perjalanan cita-citanya berganti haluan. Ia pun menjadi satu-satunya anggota Fortuga ITB yang berprofesi sebagai ekonom. Transformasi Rizal Ramli dari disiplin studi fisika ke ilmu ekonomi berlatar pengalamannya dalam menghadapi ketimpangan kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintahan Orde Baru. Meski masih berstatus mahasiswa, Rizal langsung meyakini bahwa bidang ilmu ekonomi terkait erat dengan faktor kesejahteraan dan kemajuan Bangsa Indonesia.

Masa Mahasiswa

Usai memenangkan kompetisi pidato bahasa Inggris, Rizal mendapat hadiah belajar ke Universitas Sophia, Jepang, tahun 1975. Ia melihat langsung kebangkitan ekonomi di Negara tersebut. Sepulang dari Jepang, di tahun berikutnya Rizal berkeliling sepanjang pantai utara Jawa dan Bali sampai kemudian menyadari banyaknya anak usia sekolah yang tak mengenyam pendidikan. Bersama kawan-kawan aktivis di Dewan Mahasiswa ITB, Rizal mencetuskan Gerakan Anti Kebodohan (GAK) agar delapan juta anak Indonesia bisa sekolah. Perjuangan tersebut diapresiasi oleh sejarawan Indonesianis dari Universitas Cornell, Amerika, George McTurnan Kahin, yang menyatakan bahwa GAK merupakan pemikiran mahasiswa yang jauh menerobos jamannya. Pada tahun 1984, pemerintah akhirnya mencanangkan gerakan Wajib Belajar Enam Tahun.

Selain Gerakan Anti Kebodohan, Rizal bersama Joseph Manurung, Irzadi Mirwan, dan Abdulrachim juga menyusun Buku Putih Perjuangan Mahasiswa ITB tahun 1978. Buku yang disusun hanya dalam waktu dua minggu itu menguraikan ketimpangan bidang ekonomi, sosial, dan politik di Indonesia. Buku diluncurkan pada 16 Januari 1978 bersamaan dengan pernyataan sikap menolak pencalonan kembali Soeharto sebagai Presiden Indonesia dalam Pemilu 1978. Akibatnya, para penulis buku putih beserta sejumlah fungsionaris Dewan Mahasiswa ITB diburu oleh aparat. Buntutnya, mereka dijatuhi hukuman penjara. Selain mengeluarkan Buku Putih, Rizal dan kawan aktivis mahasiswa juga mengeluarkan Buku Biru sebagai optimasi solusi atas permasalahan yang diurai dalam Buku Putih. Oleh sejarawan Ben Anderson, Buku Putih tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan tujuh bahasa asing lainnya.

Sebagai mahasiswa ITB yang menjalani pengadilan politik tahun 1979.

 

Transformasi Menjadi Ahli Ekonomi

Keluar dari penjara, Rizal melanjutkan pendidikan ke jurusan ekonomi Universitas Boston melalui beasiswa dan atas rekomendasi mantan Ketua Rektorium ITB, Dr. Sudjana Sapi’ie. Usai mendapatkan gelar magister tahun 1983, ia lantas bekerja sebagai peneliti di CPIS, Center for Policy and Implementation Studies, sebuah lembaga riset yang berafiliasi dengan Kementerian Keuangan RI dan Universitas Harvard. Rizal kembali ke bangku kuliah di Boston tahun 1988 dan meraih gelar doktor ekonomi dua tahun kemudian.

Sepulang dari Amerika, Rizal mendirikan ECONIT Advisory Group, sebuah lembaga konsultan ekonomi, keuangan, dan industri pada tahun 1990. Sejumlah instansi pemerintahan dan swasta pernah menjadi kliennya. ECONIT pernah terkenal sebagai lembaga yang piawai dalam memberikan nasehat dan strategi bidang ekonomi keuangan. Setiap tahun, ECONIT mengeluarkan pandangan “Economic Outlook” yang selalu tepat perkiraan. Sejumlah kalangan bahkan menyebut Rizal sebagai peramal ekonomi yang mumpuni. Di sisi lain, sebagai konsultan, lembaga tersebut tak luput mengevaluasi kebijakan perekonomian pemerintah yang sama sekali merupakan hal terlarang di era Orde Baru. Sikap kritis Rizal tetap konsisten dilakukan meski hal itu membahayakan usaha yang didirikannya.

Rizal pernah melakukan demo besar untuk melawan pembungkaman pers Majalah Tempo, Detik, dan Editor. Setelahnya, rangkaian sikap kritis Rizal mewarnai perjalanan Republik Indonesia bahkan setelah masuk era reformasi. Segala keinginan dan usaha untuk memperbaiki berbagai ketimpangan kebijakan membuatnya dijuluki “Lokomotif Perubahan” dan “Sang Penerobos”. Ia muncul dengan paham ekonom kerakyatan yang menentang penerapan pola-pola ekonomi neoliberal di Indonesia, karena dianggap mengkhianati konstitusi dan cita-cita para pendiri Republik. Dalam setiap pemikiran, pernyataan, dan tindakannya, Rizal selalu berpihak pada rakyat kecil. Tak hanya bersikap kritis, Rizal juga memuji setiap langkah atau kebijakan yang dinilai bermanfaat bagi rakyat.

Mengisi Kabinet Pemerintahan Gus Dur

Pada tahun 1999. K.H. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur terpilih sebagai Presiden RI dengan Megawati Sukarnoputri sebagai wakilnya. Sebagai ekonom yang diakui kepakarannya di tingkat nasional dan internasional, Rizal diminta oleh Gus Dur untuk menjadi Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) pada April 2000 dengan tugas membenahi lembaga itu. Setelah sempat menolak, Rizal berkomitmen untuk mengurusi Bulog namun hanya untuk waktu enam bulan saja. Inilah awal karir Rizal di pemerintahan.

Di lembaga yang terkait dengan stok pangan pokok nasional tersebut, ia menyambut tantangan. Reformasi menyeluruh dilakukan mulai dari efisiensi biaya operasi, pencatatan seluruh pemakaian anggaran, dan pemangkasan 117 rekening Bulog di bank  menjadi sembilan rekening saja. Semua arus uang menjadi tercatat (on budget) serta berbagai transaksi gelap (off budget) dihapuskan. Penjualan beras oplosan ke Bulog ditutup. Instansi Bea Cukai diminta untuk memasukkan impor beras ke dalam jalur merah, membuat manipulasi termonitor dan berhasil dikurangi.  Rizal juga  merestrukturisasi Bulog dengan memensiunkan dan memutasi 24 dari 26 kepala Dolog. Kesuksesan membenahi Bulog dalam waktu setengah tahun tersebut menghasilkan sebuah berita dimana dirinya tampil pada sampul muka sebuah majalah internasional.

Dari posisi Kepala Bulog, Gus Dur mempercayai Rizal untuk menempati posisi Menko Perekonomian. Tugas rumit pertama adalah memenuhi kebutuhan dana segar untuk menambal APBN. Hal ini disambut oleh IMF dan Bank Dunia dengan menganjurkan penjualan saham-saham BUMN. Rizal menolak dengan keras. Ia sudah punya langkah inovatif untuk meraup dana. Caranya adalah memisahkan kepemilikan silang dan manajemen silang PT Telkom dan Indosat.

Kebijakan itu ternyata menghasilkan dana segar sebesar 4,2 triliun rupiah yang berasal dari pajak transaksi dan pajak revaluasi aset kedua BUMN, tanpa menjual selembar pun saham mereka. Langkah itu juga memberi keuntungan bagi konsumen, berupa biaya komunikasi yang makin murah karena kompetisi fair dua perusahaan raksasa tersebut. Penghapusan pemilikan silang (cross ownership) serta manajemen silang (cross management) Telkom dan Indosat adalah satu dari deretan analisa dan terobosan pemecahan berbagai masalah yang didukung pendekatan efektif, jaringan luas, dan langkah strategis.

Sebagai Menko Perekonomian, Rizal mencanangkan 10 Program Percepatan Pemulihan Ekonomi akibat krisis, yang disertakan dalam kesepakatan dengan IMF. Buahnya, pada September 2000, Standard and Poor’s, menaikkan peringkat mata uang Rupiah dari C ke B minus dengan gambaran stabil. Pada pertemuan CGI di Tokyo, ia berhasil meyakinkan CGI untuk memberi  pinjaman  5,3 miliar dolar Amerika. Tanda pulihnya kepercayaan dunia terhadap pemulihan ekonomi di Indonesia adalah berupa investasi Unocal Corporation sebesar 1,5 miliar dolar pada bidang minyak dan gas bumi, serta sumber daya geotermal, untuk jangka lima tahun di Indonesia.

Pemerintahan Gus Dur menghadapi kondisi perekonomian dengan pertumbuhan yang minus 3 persen pada September 1999.  Dalam kurun waktu setahun, Rizal menjadi salah seorang motor pertumbuhan ekonomi Indonesia ke level 4,9 persen. Di tahun 2001, meskipun Gus Dur dijatuhkan dari kursi presiden, rata-rata pertumbuhan pada bulan Desember masih di level 3,6 persen. Yang istimewa, lompatan pertumbuhan tersebut dilakukan oleh tim ekonomi Gus Dur sambil mengurangi beban utang. Selama era Gus Dur, tim ekonomi sukses mengurangi beban utang sebesar 4,15 miliar dollar secara sangat berkualitas. Pertumbuhan ekonomi dibagi dengan adil bagi seluruh masyarakat .[i]

Selaku Menko Perekonomian, sebagai Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan, Rizal mengeluarkan 140 keputusan penting menyangkut restrukturisasi utang dan percepatan penjualan aset yang dikelola BPPN. 14 ribu UKM, yang memiliki nilai pinjaman kurang dari 5 miliar rupiah  dapat  memperoleh potongan pokok dan bunga atas pinjaman hingga 50 persen, jika melunasi pinjamannya sekaligus. Sejumlah UKM lantas melunasi utang dimana hal ini menggulirkan sektor ril yang lumpuh. Permodalan ulang perbankan dapat diselesaikan. Penjualan aset yang dikelola oleh PT. Holdiko Perkasa menghasilkan nilai 5,97 triliun rupiah. Restrukturisasi IPTN dilakukan, yang menghasilkan angka penjualan produk PT Dirgantara Indonesia mencapai 1,4 triliun rupiah pada tahun 2001, naik tajam dibandingkan 508 miliar rupiah pada 1999. Laba bersih dapat dicatat senilai 11 miliar rupiah,  dibanding kerugian 75 miliar rupiah pada  1999.

Sampai akhir tahun 2000, KKSK menyetor dana penjualan aset sebesar  20,71 triliun rupiah dari  target 18,9 trilun rupiah. Setoran ke APBN yang jauh melampaui target itu tidak melalui praktik obral BUMN. Sebagai Ketua Tim Keppres 133, Rizal juga merestrukturisasi PLN dan berhasil menyelesaikan 16 dari total 27 kasus renegosiasi kontrak pembelian listrik swasta. Tarif penjualan listrik swasta  kepada PLN turun, dari sekitar 7-9 sen dolar per kwh, menjadi 4 sen dolar, membuat beban PLN turun dari 60 menjadi 35 miliar dolar. Aset PLN pun naik dari 52 triliun rupiah menjadi 202 triliun rupiah.

Sektor properti pun didorong bangkit dari kehancurannya akibat krisis ekonomi 1997. Sektor ini mendapat program restruktrurisasi utang sehingga mampu bangun. Kemudahan ini lebih diutamakan kepada para pengembang Rumah Sangat Sederhana (RSS). Akibat kebijakan ini nilai kapitalisasi bisnis sektor properti naik. Efek dominonya adalah kebangkitan lebih dari 100 jenis industri yang terkait dengan bidang properti.

Rizal juga piawai dalam manajemen utang. Sebagian utang Indonesia dinegosiasi agar dibayar dalam bentuk pelestarian hutan. Berbagai pendekatan yang dilakukan Rizal bermanfaat, bahkan misalnya, membuat Kuwait menghibahkan dana secara cuma-cuma untuk membangun jembatan layang Pasteur-Surapati (Paspati) di Bandung. Berbagai dana hibah raksasa berhasil diraih yang berdampak pada pengurangan utang. Harga beras juga selalu stabil di level rendah, membuat daya beli masyarakat bawah perkotaan tetap terjaga. Kesejahteraan petani di pedesaan juga terpelihara karena Bulog melakukan pembelian gabah, bukan membeli beras.[1]

Pada 13 Juni 2001, Presiden Abdurrahman Wahid menempatkannya menjadi Menteri Keuangan, dengan tugas merevisi APBN 2001. Rizal menyelesaikan revisi itu dalam empat hari. Kinerja Departemen Keuangan pun meningkat terutama dari segi pendapatan. Di manapun berada, Rizal selalu bertekad membawa perubahan. Hanya 15 bulan berada di pemerintahan, ia berhasil menyelesaikan sejumlah persoalan penting karena dukungan Presiden Gus Dur. Bagi Rizal, sosok pemimpin seperti Gus Dur yang berpenampilan merakyat, dengan kebijakan-kebijakan pro rakyat, merupakan sesuatu yang kini dirindukan oleh rakyat Indonesia. Kelak putri sulung Gus Dur, Yenni Wahid, mengakui bahwa faktor utama keberhasilan perubahan ekonomi saat ayahnya menjadi Presiden RI adalah berkat tangan dingin Rizal Ramli.

Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Pada era ini, Rizal digadang-gadang untuk menjadi Menko Perekonomian kembali. Namun kalangan yang tak menyukai sepak terjangnya berhasil menutup jalan itu. Pada September 2006-2008, Rizal menjabat sebagai Komisaris Utama PT Semen Gresik. Melalui sentuhannya, SG bangkit menjadi salah satu BUMN terbaik. Keuntungan yang semula 800 miliar rupiah, naik menjadi 3,2 trilliun rupiah dalam waktu dua tahun dengan sederet penghargaan. Karena berbeda pendapat dengan pemerintah dalam hal kebijakan kenaikan harga BBM, Rizal dicopot di tengah tuntutannya untuk menuntaskan kasus KKN dan pemberantasan Mafia di sektor migas.

Saat menjabat Komisaris Utama PT. Semen Gresik

 

Pada tahun 2007, Rizal mendeklarasikan berdirinya Komite Bangkit Indonesia (KBI). Ia mengajak setiap komponen masyarakat untuk meninggalkan jalan lama yang gagal membawa kesejahteraan untuk bangsa Indonesia. Jalan yang gagal membawa kemakmuran untuk mayoritas rakyat. Ia memperjuangkan “jalan baru”, jalan anti neo-kolonialisme. Rizal bertekad menghentikan penjajahan ekonomi demi terwujudnya kedaulatan sebagai bangsa.

Dukungan Gus Dur saat mendirikan Komite Bangkit Indonesia

 

”Jalan baru” merupakan jalan anti feodalisme. Dalam prinsipnya, bila karakter feodal menghinggapi para pemimpin dan pejabat, maka mereka akan bertindak bukan sebagai pelayan rakyat, tetapi justru menginjak dan memeras. Alasan deklarasi KBI lainnya adalah bahwa Indonesia sebagai bangsa yang sangat plural dengan berbagai macam suku, agama, etnis, dan golongan, harus menjadi kekuatan. Bagi Rizal, kemajemukan merupakan sumber pencerahan (renaissance) dalam kebudayaan bangsa Indonesia. Ia percaya bahwa semua unsur kemajemukan bisa menyumbang untuk kebesaran Indonesia.

Rizal mengajak untuk mengganti ”jalan lama” dengan ”jalan baru”, siapa pun pemimpinnya. Ia percaya, setelah 100 tahun kebangkitan Indonesia sejak 1908, abad ini merupakan abad kebangkitan Indonesia yang kedua. Abad ini adalah ”Abad Asia” tetapi belum untuk Indonesia. Abad Asia haruslah juga diikuti dengan jargon ”Abad Indonesia”. Cita-cita yang dibangun oleh Rizal dan sejumlah tokoh melalui KBI sama, bahwa Indonesia harus bangkit. Pada tahun 2010, ia mendapat penghargaan kultural dari alumni Pesantren Tebu Ireng se-Indonesia berupa gelar “Gus”. Di kalangan nahdliyin, Rizal pun akrab dipanggil dengan nama Gus Romli.

Tokoh Level Internasional

Rizal Ramli juga sering berbicara dan mengemukakan pemikiran di forum internasional. Ia cukup terkenal di jajaran ahli ekonomi dunia serta sering diminta menyusun rencana pembangunan beberapa negara di Asia. Rizal bahkan rutin diundang sebagai pembicara atau memberi kuliah di berbagai kampus dan forum internasional. Pada tahun 2011, ia menjadi anggota Tim Panel Penasehat Ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa bersama para ekonom internasional lain, yaitu peraih Nobel Ekonomi, Prof. Amartya Kumar Sen dari Harvard University, serta dua peraih Nobel lainnya, Prof. Sir James Mirrlees Alexander dari Inggris dan Dr. Rajendra K. Pachuri dari Yale University. Tim panel lain adalah Helen Hunt dari UNDP, Prof. Francis Stewart dari Oxford University, Prof. Nora Lustig dari Argentina, Prof. Gustave Ranis dari Yale University, Prof. Buarque dari Brasil, dan Prof. Patrick Guillaumont dari Prancis. Para ahli ekonomi ini merupakan kampiun di negaranya masing-masing.

Bersama peraih nobel, anggota tim panel ahli ekonomi PBB, dan ahli ekonomi India terkemuka, Prof. Amartya Kumar Sen, di New York Amerika Serikat

 

Sedari tahun 2006 hingga tahun 2014, para penasehat ekonomi PBB tersebut terbang ke New York untuk berolah fikir selama dua hari, lantas membuat perkiraan ekonomi dunia ke depan termasuk indeks pembangunan manusia (Human Development Index). Pembangunan manusia merupakan suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk. Penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir dimana upaya pembangunan adalah sarana untuk mencapai tujuan itu.

Di sini, kualitas hidup Negara-negara diukur melalui rata-rata usia penduduk dan kesehatan, pengetahuan dan pendidikan, serta kehidupan yang layak. Rizal juga memperjuangkan reformasi sistem dan lembaga keuangan internasional yang tidak terbukti berhasil mengatasi ketimpangan pendapatan masyarakat dunia. Hal ini sejalan dengan pandangan Rizal terhadap timpangnya sistem perekonomian Indonesia.

Pada bulan Juni 2012, dalam The United Nation’s Second Advisory Panel Meeting bulan Juni 2012, Rizal membawa enam topik makalah, yakni Prospect for the Economy and Democracy in Indonesia, Post Yudhoyono Indonesia and Asian Power, Indonesia Strategic Economic & Political Outlook and Asian Powers, Indonesia’s Economic Outlook and Asian Economic Inegration, Indonesian Democracy at The Cross Road, dan Indonesian Economy and Rule of Law under SBY Administration. Pertemuan ini dihadiri oleh anggota tim ahli PBB dan para pakar pilihan dari berbagai negara.

Kepala Staf Sekretariat Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa juga pernah memintanya untuk menerima jabatan sebagai sekretaris jenderal ESCAP, Economic & Social Commission of Asia and Pacific, lembaga ekonomi dan sosial Asia Pasifik di bawah PBB. Rizal menjawab dengan kalimat, “Terima kasih, saya merasa terhormat atas tawaran jabatan yang prestisius itu. Namun, saya menolak karena masalah dan tantangan di Indonesia jauh lebih besar, memerlukan masukan dan kesungguhan untuk membuat Indonesia menjadi negara hebat di Asia.”

Presiden Joko Widodo

Di Era Pemerintahan Jokowi, pada reshuffle jilid pertama Agustus 2015, Rizal  diminta untuk menjabat sebagai Menko Maritim. Setelah menyatakan penolakannya, Rizal diundang oleh Presiden ke Istana Bogor. Di sana ia kembali dibujuk untuk menjalankan tugas kemaritiman dan membuat kebijakan-kebijakan yang pro rakyat. Akhirnya ia menerima tugas itu. Sehari usai pelantikan, Rizal menekankan agar setiap kebijakan harus terbuka dan bermanfaat bagi publik. Rakyat harus mendapat manfaat dari pertumbuhan pembangunan. Rizal pun langsung membenahi tata kelola pemerintahan yang bersih dan menyelamatkan keuangan negara dari prilaku menyimpang.

Pro perlindungan pedagang kecil di tengah berlakunya mekanisme pasar

Di sektor energi, Rizal mengevaluasi kebijakan pembangunan listrik 35.000 Megawatt. Hal ini diakui oleh para pakar bahwa target itu memang tak realistis. Menko Maritim pengganti Rizal, Luhut Binsar Pandjaitan, juga mengakui bahwa pada 2019 hanya sekitar 20.000 MW sampai 25.000 MW saja yang dapat beroperasi penuh memasok listrik. Di level mikro, Rizal meminta PLN untuk menghapus biaya administrasi pulsa listrik pra bayar agar tak memberatkan masyarakat. Biaya administrasi akhirnya dipisah dengan harga pulsa listrik di token.

Di sektor sumber daya alam, Rizal menghentikan rencana perpanjangan kontrak karya Freeport sebelum waktunya. Sesuai dengan UU Minerba nomor 4 tahun 2009, perpanjangan kontrak hanya dapat dilakukan dua tahun sebelum kontrak Freeport habis pada 2021. Ia juga berhasil meyakinkan Presiden Jokowi agar menyetujui pembangunan kilang gas Blok Masela di darat (on shore) daripada di laut (off shore). Hal ini agar melahirkan geliat ekonomi turunannya demi kemakmuran bagi masyarakat Maluku. Kilang di darat akan lebih berdampak positif pada ekonomi masyarakat.

Di sektor pariwisata, Rizal menggebrak dengan pengembangan 10 destinasi wisata prioritas selain Bali, untuk meningkatkan pertumbuhan dan lapangan kerja. Di Jakarta, branding pariwisata dikemas dalam lima jenis destinasi, meliputi wisata bisnis, wisata maritim, wisata kuliner, wisata kesehatan, dan wisata seni budaya. Pengembangan wisata maritim akan difokuskan di wilayah Kepulauan Seribu. Untuk menopang kunjungan wisatawan nasional, Rizal mengeluarkan kebijakan bebas visa kunjungan bagi 169 negara terpilih untuk meningkatkan kedatangan wisatawan mancanegara, dari 10 juta menjadi 20 juta pada 2019.

Di Danau Toba, dibentuk Badan Otoritas Pariwisata untuk meningkatkan pendapatan dan kualitas pengelolaan kawasan. Berbagai infrastruktur  dan akses dibangun termasuk hadirnya investor untuk pembangunan hotel bertaraf internasional. Pariwisata maritim pun dibenahi besar-besaran agar memudahkan izin bagi masuknya pelayaran dan kapal wisata asing.

Di Tanjung Priok, kebijakan waktu tunggu bongkar muat (dwelling time) diturunkan dari tujuh hari menjadi 3,5 hari, yang memuaskan Presiden Jokowi. Presiden pun meminta agar dwelling time di seluruh pelabuhan sama seperti di Tanjung Priok. Bersama Malaysia, Rizal juga membentuk Dewan Negara-Negara Penghasil Minyak Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries/CPOPC) untuk meningkatkan kesejahteraan petani sawit kecil di kedua negara.

Peresmian Lembaga CPOPC

bersama Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak

 

Pada bulan Oktober 2015, dikeluarkan kebijakan revaluasi aset. Meskipun baru sebagian BUMN yang melakukan revaluasi, total nilai aset BUMN bertambah 800-an triliun rupiah dan menjadi sumber penerimaan pajak sebesar 32 triliun rupiah. Jika semua BUMN melakukan revaluasi aset, maka paling tidak nilai aset BUMN naik menjadi 2.000 triliun rupiah. Dalam Paket Ekonomi ke VIII di Sektor Penerbangan, terdapat poin yang menyebutkan bahwa bea masuk nol persen diterapkan bagi suku cadang industri penerbangan. Hal ini mendapat apresiasi dari PT Dirgantara Indonesia.

Peningkatkan sistem pendidikan nasional berbasis kejuruan didorong guna meningkatkan kualitas tenaga kerja. Ia juga mendukung ketegasan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, untuk menenggelamkan kapal pencuri ikan. Hal ini membuat shok Negara-negara asing yang selama ini mencuri ikan di perairan Indonesia. Hal ini dijadikan momentum untuk membangun industri perikanan nasional. Rizal lantas mengeluarkan kebijakan empat pilar pengembangan Natuna, yaitu:

  1. Pengembangan sektor perikanan melalui pemindahan sekitar 400 kapal tradisional dari wilayah Pantura ke Natuna agar kapasitas tangkap nelayan di Natuna bertambah. Rizal juga ingin agar di Natuna dibangun pasar ikan berskala besar seperti di Tokyo, Jepang.
  2. Pengembangan pariwisata di Natuna
  3. Pengembangkan industri migas dan pendukung, karena cadangan migas di Natuna cukup besar.
  4. Peningkatkan pertahanan kawasan Natuna dengan pengerahan TNI untuk menambah kapasitas segi pertahanan.

Rizal juga mengawal program “mina padi”, yaitu pogram budidaya ikan tawar di lahan sawah agar dapat terus berkembang luas. Pada Maret 2017 ditargetkan ada 100.000 hektar lahan pertanian yang menjalankan program mina padi. Pada Oktober 2017, targetnya menjadi 200.000 hektar lahan di seluruh Indonesia. Rizal juga membuat berbagai kebijakan yang berpihak pada nelayan, seperti menata kampung wisata berbasis nelayan, Perlindungan BPJS Ketenagakerjaan untuk Nelayan, moratorium reklamasi di teluk Jakarta, dan  mengawal pemanfaatan konverter kit BBM ke gas oleh nelayan. Untuk menyokong program “Tol Laut” Presiden Jokowi, ia mendorong pembangunan jembatan udara, selain mempercepat pembangunan kawasan industri di Indonesia Timur dan memperkenalkan jalur pelayaran baru selain lewat Selat Malaka, yaitu melalui Selat Lombok.

Berbagai gebrakan termasuk menghabisi para pembandel membuat publik menjuluki aksi Rizal sebagai jurus “Rajawali Ngepret”. Hingga kini ia masih berkeliling negeri untuk menyampaikan pemikiran serta mendorong perubahan di Indonesia melalui julukan jurus “Rajawali Bangkit.” Bagi Rizal, masalah Indonesia hingga saat ini adalah tak memiliki kedaulatan secara politik, ekonomi, dan budaya. Ajaran Trisakti inilah yang selalu diperjuangkan oleh Rizal agar dapat diwujudkan. Ia meyakini bahwa  ajaran Trisakti sangat jelas mengandung cita-cita besar yang belum sempat diwujudkan oleh Soekarno di masa silam. Karena itu, Rizal menekankan agar Trisakti menjadi tugas semua insan untuk menunaikan cita-cita Indonesia sebagai negara yang benar-benar hebat.

[1] Gede Sandra, Rizal Ramli: Kesuksesan Tim Ekonomi Gus Dur: Pertumbuhan Ekonomi Tinggi, Utang Berkurang Dan Gini Ratio Rendah. Dimuat dalam rmol.co. pada Jum’at, 17 November 2017.

 

[i] ibid

You may also like...