Jusman Syafii Djamal: Sang Tekno Ekonom

Jusman Syafei Djamal 

Satu hal yang amat diingat oleh Jusman saat pertama kali merantau ke Pulau Jawa di tahun 1973 adalah deburan ombak yang mengayun-ayun dak kapal Koan Maru rute Pelabuhan Belawan, Medan, menuju Tanjung Priok, Jakarta. Semangat seorang lulusan SMA Negeri 1 Medan yang merantau ke pulau paling padat penduduk di nusantara itu seakan menggelora. Ia hanya punya satu tekad, dapat belajar di ITB dan menjalin persahabatan kawan satu kapal dengan lulusan SMA lain dari penjuru Indonesia. Bekal utamanya hanya satu, nasehat dari banyak kawan dan orang tuanya yang mengatakan, “Hati-hati merantau, banyak orang sering menipu”. Pesan ini dijalani secara bijak oleh sang remaja, bahwa kalimat tersebut jangan sampai membawa benak ke alam kecurigaan pada sesuatu yang asing dan berbeda. Tujuan positif merantau dan mengejar ilmu tak boleh terhalangi oleh ruang imajinasi yang dibayangi noktah hitam rasa takut. Suatu distrust, ketidakpercayaan yang lahir tanpa diundang.

Nasehat “hati-hati banyak penipu” merupakan hal yang wajar dari orang tua, apalagi terhadap seorang remaja belasan tahun yang mengembara sendirian menyeberangi pulau. Namun nasehat tersebut dapat pula menyebabkan fikiran menjadi was-was jika bertemu orang tak dikenal. Seolah melihat bentuk nyata dan diolah dalam fikiran menjadi bayangan hantu.

Jusman lolos tes masuk ITB. Pada awal tahun masuk ke ITB, mahasiswa diwajibkan mengikuti masa matrikulasi, masa perkenalan hidup dan belajar menjadi mahasiswa yang mampu mandiri dan mampu belajar secara otodidak dengan banyak membaca, berdiskusi dan berdebat, menjaga keterampilan otot dengan olah raga, dan meningkatkan olah rasa dengan berkesenian. Dikenalkanlah konsep Student Goverment dan Tahap Persiapan Pertama/TPP (kemudian berganti nama menjadi Tahap Persiapan Bersama/TPB).

Pada TPP, semua profesor atau guru besar paling top diturunkan. Mahasiswa baru diperkenalkan pada pembangunan fondasi tatacara berfikir systems. Falsafah dan Paradigma untuk menemukan perspektif baru ketika dihadapkan pada satu masalah ditanamkan. Di antaranya adalah tatacara berfikir systems melalui mata kuliah Konsep Teknologi, dimana suatu systems yang menyangkut kaitan keterhubungan Man Machine Relationship ditelaah dan dikenali. Konsep Ilmu Lingkungan Hidup dimana konsep sistem yang mengaitkan relationship di antara Manusia and Ecosystems dikenali. Begitu juga Ilmu Pengetahuan Sosial, dimana systems yang mengatakan bahwa manusia adalah mahluk sosial dan berdiri di atas fundamen Kemanusiaan atau Humanity, diwajibkan untuk dikuasai.

Para guru besar itu menekankan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi selalu tumbuh dan bergerak maju dalam proses yang bersifat dialektik. Teknologi adalah wahana pemecah masalah. Setiap wahana solusi atau teknologi pada gilirannya akan melahirkan persoalan baru yang tadinya tidak diketahui. Karena itu teknologi tidak dapat mandeg dan berhenti di tempat. Mereka selalu berpesan: ”Jangan berhenti belajar”. Suatu bangsa harus terus-menerus dan konsisten dalam penguasaan teknologi. Ia makin menikmati masa kuliah di Departemen Teknik Mesin.

Aula Barat menjadi tempat populer. Bangunan itu merupakan tempat berkumpul studium generale dan pusat kegiatan Dewan Mahasiswa. Tempat kenangan lain adalah ruang 4101, yang merupakan tempat belajar elemen mesin, mekanika teknik, dinamika teknik, mekanika fluida, dan heat transfer. Berpuluh tahun kemudian, Jusman kembali ke Aula Barat, berbicara di hadapan sivitas akademik tentang “transformative leadership” dan “innovation”. Dua topik ini menarik sekaligus menantang, sebab sering jadi pokok bahasan. Di sana, Jusman membuka slide tentang teori double-S curve, kurva evolusi penguasaan teknologi. Teknologi yang muncul sebagai solusi masalah masa kini, pada gilirannya nanti, akan menjadi masalah baru di masa depan.

Masa kuliah dipenuhi dinamika. Pada tahun 1977, Hendro Sangkoyo (Yoyok) dan Gustav Husein (Ocim) menjadi penyebab Jusman tertarik untuk menunda tugas akhir dan pindah jadi aktivis Student Center. Pada November 1977, Yoyok dan Ocim jadi panitia pelaksana Pemilihan Umum pertama ketua Dewan Mahasiswa ITB dengan konsep one man one vote. Jusman makin akrab dengan para aktivis mahasiswa, seperti Djasli, Yayak Kencrit, Butar, Ucok Batara, Sentu, dan Heri Akhmadi. Student Center membuat sejarah hidupnya menjadi jauh berbeda dari rencana semula.

Heri Akhmadi terpilih sebagai Ketua Dewan Mahasiswa ITB periode 1977/1978. Jusman dipercaya menjadi Deputi Ketua Dewan Mahasiswa. Akibat gerakan moral mahasiswa yang masif senusantara, terutama di kampus ITB yang menjadi motor, pergolakan ITB mencapai puncaknya. Pada 16 Januari 1978, pernyataan sikap mahasiswa ITB menolak pencalonan kembali Soeharto bergemuruh di lapangan basket kampus, seiring peluncuran buku Putih Perjuangan Mahasiswa ITB 1978 yang mengkritisi dunia politik, ekonomi, dan hukum di Indonesia. Akibatnya, para aktivis diburu oleh aparat pemerintahan Orde Baru. Heri Akhmadi selaku Ketua Dewan Mahasiswa ITB pun dituntut untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Pada 23 Januari 1978 malam, sekitar 1.000 mahasiswa ITB mengantar kepergian Heri Akhmadi ke kantor Laksusda Jawa Barat untuk menjalani penahanan. Setelah terjadi kevakuman pimpinan Dewan Mahasiswa, Majelis Permusyawaratan Mahasiswa menyetujui Jusman untuk menjadi plt. Ketua Dewan Mahasiswa ITB. Meski tak ikut Wanadri, Jusman menyenangi keindahan alam, gunung, lembah, sungai, dan ngarai. Bersama para pencinta alam, mereka sering berjalan mengeliling desa-desa di puncak gunung terpencil hanya untuk belajar tentang masyarakat dan teknologi madya.

Jusman lulus dari ITB dengan cara unik. Bersama Gustav dan Jasli, ia diijinkan tinggal oleh Hera (alm), yang kelak menjadi isteri Rizal Ramli, di rumah kontrakannya agar bisa belajar. Rumah kontrakan kala itu hanya memiliki satu kamar di lantai bawah. Mereka tak boleh naik ke lantai dua karena di situ privasi ruang belajar Hera dan kawan-kawan puteri lainnya. Karena fikiran Jusman selalu terkonsentrasi pada aktivitas kemahasiswaaan, susah untuk dibawa belajar aerodinamika demi menyelesaikan tugas akhir, setiap pagi ia dibawa ke kamar belajar itu lantas dikunci oleh Gustav dari luar. Jadilah ia terkurung bersama diktat kuliah. Pintu hanya dibuka saat waktu makan tiba. Usai makan dan cuci piring, Jusman dimasukkan lagi ke kamar dan dikunci dari luar. Konsentrasi belajar terwujud dan tugas akhir pun selesai dikerjakan.

Karir di Penerbangan

Tahun 1982, Prof. Oetarjo Diran (alm), mahaguru Aerodinamika ITB dan sahabat Prof. B.J. Habibie selaku Direktur Utama IPTN, merekrut Jusman menjadi karyawan Nurtanio. Prof. Diran membawa Jusman bertemu Habibie. Ketika bertemu, maestro teknologi tersebut berkata, “Jusman, kamu insinyur muda, junior engineer. Bagus kamu kerja di sini. Ikuti jalur pembudayaan untuk kuasai teknologi.” Sebuah pertemuan awal antara generasi tua dan muda pembangkit semangat. Di sana terasa ada kepercayaan terhadap talenta. Sejak itu, Jusman dikenal sebagai anak intelektual Prof. B.J. Habibie. Sebuah proses rekruitmen berfilosofi, dimana pegawai baru dimotivasi untuk bangkit rasa cintanya pada profesi. Tidak ada gap generasi, tak muncul kendala.

Wasiat Habibie adalah tentang generasi muda harus menguasai teknologi melalui jalur pendidikan dan pembudayaan. Akuisisi teknologi melalui program sistematis, bertahap, dan bertingkat di laboratorium universitas, ruang kelas, dan lapangan kerja. Keterampilan rekayasa rancang bangun diperoleh melalui pembudayaan, learning by doing in the field. Menguasai jam kerja atau manhour untuk menciptakan produk teknologi. Ujiannya berupa hasil karya atau produk nyata. Kepercayaan yang sama atas kemampuan insinyur muda menyebabkan Habibie pada tahun 1990 mengangkat Jusman, yang berusia 34 tahun, menjadi chief project engineer N250.

Ketika pertama ditunjuk untuk memegang tupoksi chief project engineer tersebut, Jusman tak punya pengalaman merancang pesawat terbang dari nol. Habibie hanya percaya bahwa ia punya talenta untuk menjadi airplane configurator development, sebuah tugas engineering yang amat sulit. Poin istimewa yang bisa dipetik adalah Habibie, yang memiliki jam terbang amat tinggi dalam bidang rekayasa dan rancang bangun konstruksi ringan, sangat percaya pada talenta generasi muda Bangsa Indonesia.

Sebuah kesempatan langka untuk menimba ilmu perancangan pesawat terbang dari ahlinya. Dalam usia 30 tahun, Jusman telah mendapatkan assignment untuk menjadi member of airplane configurator, pengembang konfigurasi pesawat terbang ATRA-90, Advanced Technology Regional Airplane, yang berpenumpang 110 orang. Program feasibility study ini adalah proyek kerjasama antara Boeing, IPTN, dan Fokker. Saat itu, Indonesia ingin mengganti armada pesawat terbang F28 dan DC 9 dengan pesawat terbang modern berteknologi mutakhir. Konfigurasi pesawat yang ditekuni dan dikerjakan oleh Jusman memiliki teknologi digital, flat panel display, fly by wire, serta composite and inducted fan propulsion. Ia merasakan bagaimana curiosity, imagination, innovation capacity, dan kapabilitasnya sebagai aeronautical engineer mulai dibangkitkan, dipertajam, dan dikembangkan. Ekosistem para desainer di gedung Ten Sixteen Boeing di Seattle ketika itu amat menyenangkan.

Bekerja di dunia industri manufaktur, bagi seorang engineer muda, membangkitkan gairah. Ada rasa ingin tahu yang menyala saat membuat sketsa satu gambar komponen. Saat merubah sebuah benda dan melakukan proses digitisasi kumpulan data dan menghitung semua fenomena gerak benda dalam pelbagai rejim aliran udara. Semua sketsa, layout, dan diagram itu diubah oleh tangan-tangan terampil untuk mewujud pada produk yang bisa melayang di udara berupa pesawat terbang.

Pengalaman pribadi masa lalu itu tak tergantikan oleh semua pengalaman lain hingga kini. Satu pengalaman yang tak ternilai saat IPTN berhasil membuat, memproduksi  barang, memanufaktur, dan menjadi product makers pesawat terbang. Indonesia menjadi produsen dan bukan sekedar konsumen. Pencipta dan pembuat produk memang berbeda dengan melayani dan mengoperasikan hasil karya orang lain.

Karena senang melihat pesawat terbang N250 terangkat mengudara tanggal 10 Agustus 1995 jam 10.10, Habibie memeluk Jusman dan berbisik, ”You are a gifted engineer,” lantas berkata ke udara, “Indonesian people are a gifted engineers”. Berhasil tampil untuk menjadi produsen. Tetapi, itu masa lalu saat Indonesia masuk usia kemerdekaan ke 50 tahun. Kini, all gone, belong to the past.

Bisnis penerbangan padat teknologi, padat modal, dan ketat aturan. Fondasinya adalah ”Safety and Security of Transportation”. Tanpa upaya terstruktur, sistematis, dan masif dalam membangun sistem keselamatan dan keamanan penerbangan, bisnis ini akan melahirkan duka. Tentu semua pihak tidak ingin terjadi kecelakaan transportasi. Sebagai bangsa berdaulat, Indonesia mampu mengoperasikan pesawat terbang sebagai wahana konektivitas dan menjadi jembatan udara antar pulau. Tanpa transportasi udara yang maju dan mandiri, pertumbuhan ekonomi di atas 7 persen dalam kawasan 17.000 pulau yang terpisah tak mungkin terwujud.

Karir Jusman merambat naik. Ia menjadi kepala Divisi Teknologi Pesawat Terbang dan Pengembangan Produk Baru di IPTN. Ia pun tidak merasa canggung untuk melihat perusahaan jatuh bangun karena kalah bersaing atau krisis bisnis. Tahun 1998-2002, IPTN menjadi perusahaan yang mengalami stall, turbulensi, dan terjun bebas ke jurang kebangkrutan. Habibie menjadi Presiden RI ketiga, menggantikan Suharto yang menyatakan berhenti pada Mei 1998, kursi Direktur Utama diamanahkan kepada Hari Laksono.

Pimpinan baru merotasi posisi Jusman dari Direktur Sistem Senjata, Sistem Antariksa dan Helikoper, menjadi Direktur Sumber Daya Manusia IPTN. Melalui mandat dari Meneg BUMN saat itu, Tanri Abeng, ia ditugaskan menjadi Ketua Implementasi Program Restrukturisasi IPTN. Misi utama restrukturisasi ada tiga. Pertama, Reorientasi Bisnis. Kedua, Right Sizing, termasuk merampingkan jumlah karyawan dari 16.000 menjadi 9.000. Ketiga, Restrukturisasi Organisasi dengan merampingkan, memotong mata rantai hirarki, dan menghapus beberapa layer pengambilan keputusan. Rasa sedih yang mendalam segera melanda setiap malam. Sebagai Direktur SDM dan Ketua Implementasi Restrukturisasi IPTN, Jusman ia harus menandatangani surat-surat penurunan jumlah karyawan sebanyak 7.000 orang. Itulah tugas maha berat dalam hidupnya

Proses turnaround dan restructuring itu harus dilakukan sesuai kesepakatan Letter of Intent IMF, dimana IPTN tidak dibenarkan lagi menerima satu sen dollar pun dari APBN. IPTN harus hidup dengan kekuatan finansial sendiri. Sebuah pekerjaan restrukturisasi yang diikuti oleh proses penurunan jumlah karyawan memang menyebabkan Jusman sering meneteskan air mata di malam hari. Apalagi jika mengingat tiap nama mereka yang dikenal baik namun tak lagi menjadi karyawan IPTN melalui tanda tangannya. Mereka adalah sahabat seperjuangan yang bersama-sama masuk IPTN tahun 1982, saat masih bernama Nurtanio. Mereka belajar menguasai iptek pesawat terbang dengan memproduksi pesawat dan helikopter NC212, NB105, NBell 412, CN 235, dan N250.

Para punggawa kreator kendaraan udara tersebut mengajukan permintaan pengunduran diri secara terhormat dan mengikuti program pensiun dini yang ditawarkan oleh Jusman selaku Ketua Tim Restrukturisasi IPTN. Itu membuat hatinya turut merasa pedih. Sesekali muncul pertanyaan, “Mengapa saya yang dipilih untuk melakukan itu?” Padahal konsentrasinya selama sejak bergabung dengan IPTN adalah berupaya secara sistematis dan bekeinambungan untuk menjadi “the pure professional aerodynamicist,” merancang pesawat terbang N250. Tugas merestukturisasi IPTN muncul tanpa disangka akibat Indonesia dilanda krisis ekonomi dan politik tahun 1998. “Why me?” Pertanyaan yang mengganjal hati tapi tak berani diutarakannya kepada Presiden B.J. Habibie.

Ketika berada di atas meja kerja dan berhadapan dengan surat keputusan yang berlembar-lembar, Jusman membaca nama demi nama mereka yang akan pergi. Seiring hadirnya kenangan, pertanyaan itu selalu hadir, “Mengapa saya  yang mendapat tugas seperti ini?”  Di malam-malam itu, sang isteri, Arita, duduk di bawah sambil membaca buku, sementara Jusman terpekur di ruang mezaninen atas tanpa pembatas kaca. Mereka saling bicara, dan sesekali Arita mendengar bacaan wirid, al Fatihah, dan Ayat Kursi yang mengalir dari arah meja kerja.

Dua surah itu menjadi pesan yang diingatnya dari almarhum ayah. Saat kecil, di usia 8-11 tahun, ia sering diajak berjalan mengelilingi kebun karet di Aceh Timur tahun 1960-an. Ketika itu ayahnya berkata, “Yusman, jika engkau dihimpit pada kegundahan dan kesedihan serta masalah, jangan lupa baca al Fatihah, induk Al Quran yang mengingatkan kamu arti penting kehadiran nikmat Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ayat yang mengingatkan kamu bahwa kita adalah mahluk lemah, hanya seorang hamba yang tak berdaya di hadapan keagungan-Nya. Kemudian bacalah Ayat Kursi untuk mengingatkan tak ada sesuatu jarum jatuh atau peristiwa apapun yang menimpamu tanpa ijin dan pengetahuan-Nya, Dialah Al Khaliq Penguasa Arsy.”

Kedua surah itu seakan menjadi penguat diri untuk mendoakan teman-teman seperjuangan, yang ikut program pensiun dini itu, agar mendapat kemudahan rezeki di tempat kerja lainnya. Dengan kedua surah itu, Jusman menandatangani setiap surat keputusan. Lembar demi lembar goresan tandatangan tertoreh sejak malam hari hingga subuh menjelang.

Tanggal 24 Agustus 2000 menjadi batas final program Restrukturisasi IPTN tahun 1998-1999. Presiden keempat RI, Kyai Haji Abdurahman Wahid, yang lebih terkenal dengan panggilan kehormatan Gus Dur, datang ke IPTN berkaitan dengan upacara ulang tahun IPTN ke-24. Dalam upacara itu, Gus Dur berterima kasih karena memandang IPTN sudah kembali bisa berjalan. Presiden mengganti nama IPTN menjadi Dirgantara Indonesia.

Beberapa minggu sebelumnya, sebagai Ketua Implementasi Restrukturisasi IPTN, Jusman mendapatkan kesempatan untuk sowan dengan Gus Dur. Dalam pertemuan itu, ia melaporkan apa yang telah dicapai Industri Pesawat Terbang di Bandung, sejak bernama Nurtanio tahun 1976 hingga bernama IPTN di tahun 1998. Tiba-tiba Gus Dur berkata, “Di Jawa, Yusman, jika ada anak-anak sering sakit, namanya harus diganti. Di Inggris ada British Aerospace, di Korea ada Korean Aerospace. Itu nama yang bagus ya?” Jusman kaget dan tak bisa bicara apa-apa. Persoalannya, ganti nama bukanlah kewenangannya. Gus Dur melanjutkan kalimatnya, “Yusman, coba kamu bicarakan dengan Pak Habibie tentang ganti nama.” Barulah ia bisa menjawab, “Baik, pak.”

Setelah pulang dan sampai rumah di Bandung, ia menunggu hingga malam agar dapat menelepon mantan Habibie yang sedang berada di Kakerbeek Jerman. Jusman melaporkan hasil pembicaraan dengan Gus Dur berikut  permintaan pergantian nama itu pula. Jawaban Habibie membuat surprise. Intinya, Habibie sangat setuju dengan usul Gus Dur untuk mengganti nama PT IPTN menjadi Indonesian Aerospace atau Dirgantara Indonesia.

Setelah pergantian nama, dilakukan upaya untuk menghormati semua sejarah yang melengkapi kehadiran Industri Pesawat Terbang di Indonesia. Selaku Direktur Utama, Jusman memindahkan dan menempatkan patung Nurtanio ke gedung utama PT IPTN. Semua tamu yang akan masuk ke gedung akan menemui langsung sosok Nurtanio dan menghormati kepeloporannya. Di sebelah kanan sosok Nurtanio, ia tempatkan plakat yang menandai perubahan nama PT IPTN menjadi PT Dirgantara Indonesia dengan tandatangan Presiden Abdurachman Wahid.

Bagi Jusman, Habibie dan Gus Dur merupakan Pemimpin RI yang luar biasa. Di tengah krisis, mereka masih memiliki harapan dan tekad tak kenal menyerah bagi kejayaan Bangsa Indonesia. Di tengah krisis, masih mengarahkan perombakan industri pesawat terbang menjadi aerospace. Sebuah Visi dan Misi dimana hanya generasi muda Indonesia jenius, lebih berdedikasi, dan bersatu, yang dapat mewujudkannya. Seluruh Presiden Republik Indonesia, dari Sukarno, Suharto, Bacharuddin Jusuf Habibie, Megawati Sukarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono, memiliki tekad dan komitmen yang sama. Bangsa Indonesia harus menguasai teknologi dirgantara dan teknologi maritim. Tekad itu akan terus ada dalam jiwa setiap Presiden RI sepanjang masa.

Sekitar 7.000 orang yang secara terhormat meninggalkan IPTN dan memilih berhenti bekerja melalui tandatangan Jusman. Di antara 7.000 staf, terdapat kurang lebih 400 insinyur yang paling mumpuni dalam bidang iptek. Mereka pernah bergabung dengan industri pesawat terbang terkemuka di  Perancis dan Jerman. Jusman ijinkan mereka bekerja di luar negeri untuk mendapatkan kawah candradimuka baru dalam penguasaan teknologi pesawat terbang. Para insinyur tersebut mengikuti program rancang bangun pesawat terbang jet kelas 100 penumpang, yakni Dornier 728 dan Embraer. Pengalaman mereka yang amat bagus untuk dikembangkan di IPTN seketika buyar. Keputusan pensiun dini memang berat. Jusman sendiri menyusul keluar dari IPTN tahun 2002 dalam jabatan direktur utama.

Para insinyur tersebut sering disebut oleh Jusman sebagai “The gypsy aeronautics,” istilah bagi mereka yang secara alamiah akan selalu berpindah tempat, dari satu industri pesawat terbang ke industri pesawat terbang lainnya. Mereka orang-orang yang paling berpengalaman dan telah menjadi “The aeronautical engineers of the world“. Kini kiprah mereka tersebar di seluruh dunia.

Jusman menekuni bidang Teknologi Penerbangan selama hampir dua puluh tahun hingga pensiun dini tahun 2002. Ia berkenalan dengan hard science dan soft science dalam disiplin yang ditekuni, yakni aircraft design. Semua ilmu yang dipelajari sejak menjadi mahasiswa teknik mesin penerbangan ITB tahun 1973 seakan memiliki jalan manfaat untuk dikembangkan dalam perancangan perangkat keras dan perangkat lunak, untuk rekayasa dan rancang bangun Pesawat terbang N250.

Pada 1 Januari 2007, pesawat Adam Air KI 574 mengalami kecelakaan dan tenggelam di dasar laut 2.500 meter, 85 mil barat laut Makasar. Presiden Yudhoyono lantas membentuk Tim Nasional Evaluasi Keselamatan dan Keamanan Transportasi (EKKT). Jusman menjadi anggota bersama para pakar profesional di bidangnya masing-masing, yaitu Prof. Priyatna Abdurrasyid, Prof. Oetarjo Diran, Budi Mulyawan, Laksda Yayun Riyanto, dan Tengku Burhanudin. Tim dipimpin oleh Marsekal (purn) Chappy Hakim. Tugas tim cukup berat karena seluruh dunia menyoroti banyaknya kecelakaan transportasi, terutama transportasi udara, di Indonesia.

Kotak hitam Adam Air ditemukan di kedalaman 2.000 meter pada 28 Agustus 2007. Seluruh 102 orang penumpang gugur. Pada 25 Maret 2008, penyebab kecelakaan diumumkan oleh KNKT, yakni cuaca buruk, kerusakan pada alat bantu navigasi, dan kegagalan kinerja pilot dalam menghadapi situasi darurat. Namun, tidak pernah ditemukan bukti bahwa model bisnis LCC merupakan sumber utama kecelakaan. Kecelakaan pesawat selalu ada dalam mata rantai aktivitas. Tidak mungkin kecelakaan muncul dari satu sebab tunggal dan utama. Benih kecelakaan tersimpan dalam interaksi dan safety system regulator – operator – wahana terbang, dan infrastruktur fasilitas perawatan pesawat.

Setelah bekerja tiga bulan, tim EKKT menyampaikan laporan menyeluruh tentang evaluasi transportasi udara, darat, dan laut kepada Presiden Yudhoyono. Tim juga mengeluarkan tiga rekomendasi yang berkenaan dengan aspek kelembagaan, tiga rekomendasi yang berkaitan dengan interaksi, regulator dan operator, serta tiga rekomendasi yang berkaitan dengan perbaikan sarana dan prasarana Hasil kerja keras tim EKKT berbuah kepercayaan Presiden kepada Jusman untuk memangku jabatan Menteri Perhubungan dalam reshuffle kabinet.

Menteri Perhubungan

Usai diangkat menjadi Menteri Perhubungan Kabinet Indonesia Bersatu pertama, Presiden Yudhoyono masih menyoroti banyaknya kecelakaan transportasi yang terjadi. Jusman pun diminta untuk menjalankan program Roadmap to Zero Accident dan mereformat lima Undang-Undang Transportasi. Sesekali ia diajak oleh Presiden untuk mendengar penjelasan Menkeu atau ikut membahas opsi policy fiskal yang harus disusun sebagai antisipasi terjadinya “meltdown financial market” di Amerika yang memiliki dampak Global.

Dalam waktu yang relatif singkat itu ada sebuah langkah besar yang berhasil dilakukannya. Antara lain adalah Undang Undang Penerbangan No 1 Tahun 2009 yang mencantumkan salah satunya tentang amanah mengambil alih Flight Information Region (FIR) di kawasan selat Malaka. Dalam 2,5 tahun menjadi Menhub, telah diterbitkan 5 UU Transportasi, yakni perkeretaapian, pelayaran, penerbangan, angkutan jalan raya, dan UU Geofisika, Meteorologi, dan Klimatologi. Perintah SBY adalah satu, “Benahi tingkat keselamatan transportasi, cegah kecelakaan, dan benahi angkutan massal untuk rakyat.” Sejak itu Jusman fokus pada Three Roadmap to Zero Accident melalui transformasi UU Transportasi; proses audit maskapai penerbangan, operator pelayaran, dan angkutan darat serta kereta api berjenjang; dan pembenahan infrastruktur. Berbagai pengalaman membawanya mendapat kesempatan menjadi profesor tamu kehormatan di Zhejiang Technology University of Tiongkok. Topik bahasan kuliah umum dalam pengukuhannya adala mengenai “Advanced technology acquisition, Tiongkok Way vs Indonesian Way”.

You may also like...